Cari Blog Ini

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogroll

Selasa, 26 September 2017

ANALISIS KHITTAH NAHDLIYYAH:



           
 Vol.3 No.1 Mei 2017                                                                        UIJ Kyai Mojo: Jurnal Pendidikan Dan Kajian Aswaja 
 ISSN:  2460-3325                                                Universitas Islam Jember                                                                                                                                                   



ANALISIS KHITTAH NAHDLIYYAH:
Sebagai Usaha Membentengi Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah Dan Keutuhan NKRI Di Kalangan Kaum Nahdliyyin Dari Paham Radikal-Sesat Di Lingkungan Kabupaten Jember Tahun 2016

Oleh
Ahmad Halid
(al.munqidz@ymail.com, Ka.Prodi PGMI FAI UIJ)
Muhammad Ilyas
                 (ilyas.almaduri@gmail.com, Staf Laboratorium Bahasa UIJ)

Abstrak: Masalah penelitian ini adalah bagaimanakah Analisis Khittah Nahdliy-yah: Sebagai Usaha Membentengi aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah Dan Keutuhan NKRI Di Kalangan Kaum Nahdliyyin Dari Paham Radikal-Sesat Di Lingkungan Kabupaten Jember. Jenis penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian studi kasus. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, interview, dokumentasi, Kuesioner, studi kepustakaan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan reflektif. Teknik Pengujian Keabsahan Data; metode triangulasi, metode diskusi, metode komparasi, metode penerimaan kritikan. tujuan penelitian untuk mengungkap pemahaman kaum nahdliyyin terhadap khittah nahdliyyah sebagai sumber rujukan kaum nahdliyyin di dalam hidup beragama dan bernegara yang baik yang berpijak pada sumber otoritatif ajaran Islam (al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ Qiyas). Kaum Nahdliyyin yang menjadi obyek dan informan penelitian (LPAI, BM, pengajian masyarakat di Lingkungan Kabupaten Jember) melakukan pengajian aktif untuk menegakkan izzul Islam Wal Muslimin (menyesuaikan kehidupan dengan nilai-nilai ajaran Islam), amar makruf nahi mungkar, menolak paham radikal-sesat; yang berten-tangan dengan pengembangan Islam Nusantara, mempertahankan NKRI, serta mencari solusi yang tepat terhadap prolematika umat kontemporer dengan tetap berpijak pada Khittah Nahdliyyah.
Keywod: Analisis Khittah Nahdliyyah, aqidah aswaja, keutuhan NKRI, paham Radikal Sesat,

PENDAHULUAN
Belakangan ini banyak gerakan kelompok yang dapat meresahkan masyarakat dengan gerakan paham radikal, bit’ah, takfir, teroris, ISIS. mereka memaksakan kehendak untuk menghimpun masa bahkan mendok-trin i’tiqad sesat dan menanamkan akhlaq kebencian anak kepada orang tua dan pemerintah. Orang tua dan pemerintah telah dianggap sesat dan kafir, karena itu menurut mereka, tidak wajib dihormati bahkan patut dimusuhi karena berbeda i’tiqad dengan mereka. 
Lajnah Pembinaan Akhlaq Islamiyah (LPAI) sering menghadapi keluhan masyarakat atau orang tua, mereka mengadukan persoalan aqidah gerakan kelompok kecil yang ada masyarakat berusaha mendoktrin anak mudah untuk mengkafirkan orang tua dan tidak patuh kepadanya karena menganggap aqidah yang diyakini orang tua dianggap sesat sampai mau membunuh orang tua.[1] Aqidah ahlussunnah yang dimiliki masyarakat dan kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dianggap salah, sesat bahkan kafir, termasuk para ulama berjuang merebut kemerde-kaan RI, perumus pancasila dan UUD 45 dikleam kafir karena menurut mereka telah keluar dari ajaran Islam; tidak menjadikan al-qur’an sebagai dasar hukum Indonesia.
Menurut KH. Abdul Hamid Hasbullah (Ketua Lajnah Pembinaan Akhlaq Islamiyah (LPAI) Kabupaten Jember justru mereka itulah memahami Islam tidak komprehensif, tidak kaffah, tidak luas, akan tetapi mereka parsial, sempit dan kakuh di dalam memahami Islam sehingga mereka melaksanakan ajaran Islam sesuai apa yang mereka pahami sendiri dan hawa nafsunya tampa disertai dengan rujukan pendapat kepada ulama yang jelas nasab ilmu dan akhlaqnya menyambung pada Rasulullah. Sedangkan Mereka itu tidak memiliki nasab guru yang jelas, tetapi guru mereka adalah Mba Geogle dan buku-buku yang tidak jelas penulisnya.[2] Sejalan dengan pendapat KH Ahmad Sadid Jauhari (Pengasuh Ponpes As-Sunniyah-Kencong-Jember) beliau menjelaskan bahwa: mereka mengajarkan i’tiqad sesat, mereka pendatang baru di Negara ini, tidak memahami ulama dan masyarakat yang berdarah-berdarah dalam meraih kemerdekaan RI. Anehnya kelompok radikal, bit’ah, takfir itu tidak mau diajak diskusi maupun berdebat untuk membuk-tikan secara ilmiah tentang keabsahan penggunaan dalil-dalil aqidah, akhlaq dan pancasila sebagai dasar NKRI yang disepekati para ulama sebagai dasar hukum Negara Indonesia.[3]
Walaupun mereka (kelompok radikal) tetap melakukan gerakan secara sembunyi-sembunyi untuk mengikis aqidah Ahlussunnah dan meracuni warga untuk benci pada Hukum Negara Indonesia dan diarahkan kepada kecintaan terbentuknya negara Indonesia sebagai negara Islam atau syariat dan khilafah. Ketika ditelusuri ternyata gerakan itu adalah didalangi oleh Yahudi bertujuan untuk merusak persatuan umat Islam dan bertujuan untuk menghancurkan bangsa Indonesia serta bermaksud menguasai potensi dan kekayaan Negara Indonesia. Tetapi wacana tersebut (ISIS, Radikalisme, NII, syariat dan khilafah) itu yang berkembang di Indonesia ternyata telah diketahui penggagasnya adalah politik asing dan biayanya adalah berasal dari asing (Yahudi). NII ajarannya menyimpang karena memerintahkan shalat mengha-dap ketimur, tetap menginginkan Republik Islam Indonesia (RII).[4]
Salah satu cara yang jitu untuk menangkal dan membendung gerakan kelompok-kelompok tersebut adalah internalisasi Khittah Nahdiyyah kepada bangsa Indonesia. Khittah Nahdiyyah telah terbukti mampu menya-tukan aqidah Ahlussunnah dari rongrongan kelompok yang menyempal dan juga terbukti keampuhannya di dalam menyatukan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bersatu, kokoh, maju, beradab, Muslim yang berkarak-ter toleran (tasamuh), tidak ekstrim kanan – kiri (tawassut), adil (i’tidal) dan amar ma’ruf nahi mungkar. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti dalam penelitian ini merasa perlu untuk mengetahui peran Khittah Nahdiyyah sebagai usaha membentengi aqidah dan persatuan bangsa Indonesia dari paham radikal serta dapat memberikan solusi yang tepat problematika kekinian yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Jember. Organisasi pembi-naan masyara-kat LPAI dan Nahdlatul Ulama (NU) terus mengawal aqidah masyarakat dan gerakan masyarakat yang dapat mengancam keutuhan NKRI (pancasila, UUD 1945) dari pengaruh radikal-sesat, syariah dan khilafah. Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi Diniyyah yang bergerak diberbagai bidang kehidupan masyarakat seperti bidang agama, sosial, budaya, ekonomi, Negara dan sebagainya. Sedangkan LPAI adalah Lajnah Pembinaan Akhlaq Islamiyah yang bergerak pada pembinaan umat, merespon problematika kekinian, penegakan amar ma’ruf dan nahi mungkar serta menjaga keutuhan NKRI dengan bersama-sama organisasi atau kelompok masyarakat, elemen pesantren, pendidikan, masyarakat dan pihak pemerintah Daerah (Bupati-Dinas- Kecamatan- Kelurahan) serta bersama kepolisian (Kapolres, Polsek, Dandim, Kodim, Tepbek) dan seterusnya.
Karena itu, Rumusan Masalah  Bagaimanakah Analisis Khittah Nahdliy-yah Sebagai Usaha Membentengi Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah dan Keutuhan NKRI di Kalangan Kaum Nahdiyyin Dari Paham Radikal-Sesat di Lingkungan Kabupaten Jember. Apabila dirinci dan dioperasionali-sasikan menjadi beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 
a.    Bagaimana pengetahuan Nahdliyyin terhadap Khittah Nahdliyyah dan aqidah ahlussunnah, paham radikal-sesat yang berkembang pada masyarakat di Lingkungan Kabupaten Jember?
b.    Bagaimana pemahaman Kaum Nahdliyyin terhadap Khittah Nahdli-yyah dan hubungannya terhadap aqidah ahlussunnah, keutuhan NKRI di Lingkungan Kabupaten Jember?
c.    Bagaimana konsep Khittah Nahdiyyah dalam mempertahankan Indo-nesia sebagai negara Hukum yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 di Lingkingun Kabupaten Jember dan bagaimana pandangan Kaum Nahdliyyin kepadanya?
d.   Bagaimana Metode Kaum Nahdliyyin dalam memahami aqidah Ahlus-sunnah Wal Jama’ah dan menginternalisasi Khittah Nahdliyyah kepada Kaum Nahdliyyin?
e.    Bagaimana Khittah Nahdiyyah dan Nahdlatul Ulama menjadikan Generasi muda Kaum Nahdliyyin memiliki sikap Nasionalisme?
f.     Bagaimana Hubungan Kaum Nahdliyyin dengan kelompok Radikal Sesat dalam konteks bernegara?

METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif-fenomenologis yaitu berusaha memahami perilaku-perilaku manusia apa yang dikatakan, dilakukan dan diimani orang-orang sebagai produk dan orang tersebut menafsirkan dunianya, peneliti dapat menginterpretasikan gelaja tersebut tidak hanya basil pengamatan sendiri, melainkan memandang sesuatu dan sudut pandang orang lain. Jenis penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian studi kasus artinya kegiatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, penuh perhatian terhadap sesuatu fenomena aktual yang menjadi fokus perhatian.
Lokasi Penelitian
Peneliti mengambil obyek penelitian Lajnah Pembinaan Akhkaq Islamiyah (LPAI) Jember berlokasi di lingkungan Kabupaten Jember karena LPAI pengajiannya sekecamatan yang ada di Kabupaten Jember, Kecamatan Patrang menjadi lokasi pengambilan informan penelitian pada kelompok Kaum Nahdliyyin yang melakukan pengajian rutin di Lingkungan.
Teknik Penentuan Informan
Penelitian kualitatif lebih menekankan pada kedalaman informasi yang diperolehnya. Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat, organisasi keagamaan, kelompok pengajian rutin, para Kyai, dan Kepolisian yang ada di kabupaten Jember.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui teknik Observasi, Teknik Wawancara, teknik Dokumentasi, Kuesioner, Studi Kepustakaan
Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan reflektif dengan mengembangkan teori Miles dan Huberman[5] sebagai berikut  







PEMBAHASAN  
Profil Obyek Penelitian
1.    Lajnah Pembinaan Akhlaq Islamiyah (LPAI) Jember
Latar mula terbentuknya organisasi masyarakat “LPAI” Jember adalah pertama, Reaksi dari kristenisasi masyarakat kabupaten Jember; banyak Gereja berdiri tampa persyaratan perijinan, banyak umat Islam bersekolah diluar sekolah Islam, banyak umat Islam masuk Kristen karena ekonomi lemah. Kedua, Banyak tumbuh berkembang aliran Radikal-Sesat: mengkafirkan, membid’akan dan menolak pancasila, UUD 1945 serta mengancam keutuhan NKRI, karena itu, sangat perlu untuk mempertahankan usaha-usaha ulama terdahulu dalam mengem-bangkan ajaran Islam ala aswaja dan bernegara ala aswaja. Ketiga, kemaksiatan merajalela di Kabupaten Jember; dapat meresahkan masyarakat Islam, dan eksploitasi SDA, SDM yang tidak mengun-tungkan masyarakat setempat justru ber-dampak negative bagi generasi umat.
Oleh sebab itu para Ulama Jember bersama semua elemen masyarakat dan pemerintah turun tangan menyelesaikan keresahan-keresahan tersebut, sehingga para Kyai dan para tokoh masyarakat berkumpul untuk memusyawarakan persoalan-persoalan keumatan tersebut, musyawarah tersebut melahirkan organisasi “LPAI” (Lajnah Pembinaan Akhlaq Islamiyah) Jember sebagai wadah apresiasi masya-rakat untuk melakukan amar makruf nahi mungkar diprakarsai oleh KH Yusuf Muhammad (Gus Yus) Pengasuh PP Darus Shalah (cucu KH Muhammad Shidiq Talangsari Jember) pada Tahun 1990 M. Ketua dipercayakan kepada KH, Abdul Hamid Hasbullah (sampai sekarang), para ulama Jember tidak ada yang mau menggantikan Kyai Abdul Hamid Hasbullah, dipandang beliaulah yang sangat pas dan mampu memimpin LPAI.
Pengajian LPAI dilaksanakan setiap bulan tepatnya hari Jumat Legi (jum’at manis) jam 13:30–17.00 anggota pengajian dari berbagai organisasi/kalangan yang ada di Kabupaten Jember, diantaranya adalah masyarakat sipil, takmir Masjid, Ulama (Kyai pesantren) Jember, Kyai Mushalla, MUI Jember dan pemerintahan: Bupati bersama jajarannya (kedinasan), DPRD bersama Jajarannya, Kapolres-kapolsek bersama jajarannya, DANDIM dan sebagainya. Inti kegiatannya adalah: 
-       Pembacaan Rotibul Haddad
-       Shalawat Nabi
-       Sambutan Tuan Rumah
-       Shalat Ashar berjama’ah
-       Kajian Kitab Hadis (Riyadusshalihin)
-       Dialog keummatan (mengenahi semua aspek kehidupan).
-       Penutup/Doa.[6]
Visi LPAI Jember  
Menjadi organisasi masyarakat Islam yang terkemuka dan mampu bersaing menyebarkan Ajaran Islam diberbagai bidang, berbasis Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah dan berkomitmen menegakkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta menjaga keutuhan NKRI.
Misi LPAI Jember
Misi merupakan penjabaran visi LPAI dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, tanggung jawab, dan rancangan tindakan yang digunakan untuk pengembangan organisasi / Dakwah Islamiyah. Misi ini menjadi penciri organisasi masyarakat (LPAI). Berdasarkan visi tersebut, misi yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.
1.    Melaksanakan ajaran Islam berbagai bidang kehidupan dengan memanfaat-kan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis Nilai-nilai keislaman sehingga peserta LPAI  mampu  berkreasi, berinovasi dan beradaptasi dalam berdakwah dengan baik.
2.    Melaksanakan pengajian berbasis Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah dan berorientasi pembinaan akhlaq islamiyah 
3.    Melaksanakan amar makruf nahi mungkar dengan bekerja sama dengan para ulama, umara dan pihak lain yang terkait serta menerapkan hasil-hasil usahanya bersama di bidang terkait 
4.    Melaksanakan pengkajian (dakwah) dan mencari solusi terhadap problematika umat serta memberikan layanan bimbingan yang prima berorientasi pada pengembangan aqidah, fiqh dan akhlaq islamiyah supanya tercipta aman, damai harmonis dan menjadi baldatun thayyi-batun wa rabbun ghafur.
5.    Melaksanakan pengembangan potensi diri masyarakat di bidang pemaha-man ajaran Islam berbasis Ahlus-sunnah Wal Jama’ah 
6.    Memelihara kondisi LPAI yang bersih, nyaman dan aman, serta suasana pengajian/ kajian yang kondusif dan demokratis secara berkelanjutan untuk mengembangkan ajaran Islam berbasis Ahlus-sunnah Wal Jama’ah dan tegaknya pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan utuhnya NKRI.
Tujuan LPAI Jember
Tujuan umum yang hendak dicapai LPAI selama kurun waktu pencapaian visi tahun 2021 adalah menyelenggarakan pembinaan akhlaq yang berkualitas tinggi untuk menghasilkan sosok utuh umat Islam yang memiliki karakter dan kompetensi yang luas pada pemahaman ajaran Islam basis Ahlussunnah Wal Jama’ah menerapkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta menjaga keutuhan NKRI. Secara khusus tujuan LPAI adalah sebagai berikut.
1.    Menghasilkan pemahaman dalam melaksanakan ajaran Islam berbagai bidang kehidupan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis Nilai-nilai keislaman sehingga peserta LPAI mampu berkreasi, berinovasi dan beradaptasi dalam berdakwah dengan baik.
2.    Menghasilkan pengajian yang bermutu berbasis Islam Ahlus-sunnah Wal Jama’ah dan berorientasi pada pembi-naan akhlaq islamiyah,  
3.    Menghasilkan Amar Makruf Nahi Mungkar dengan bekerja sama dengan ulama dan umara dan penerapan hasil-hasil usahanya bersama bidang terkait 
4.    Menghasilkan pengajian, pengkajian (dakwah) dan mencari solusi yang tepat terhadap problematika umat serta membe-rikan layanan bimbingan yang prima berorientasi pada pengembangan aqidah, fiqh dan akhlaq islamiyah ala Ahlussunnah Wal Jama’ah
5.    Menghasilkan pengembangan potensi diri masyarakat di bidang pemaha-man ajaran Islam berbasis Ahlussunnah Wal Jama’ah 
Menghasilkan kondisi LPAI yang bersih, nyaman dan aman, serta suasana pengajian/ kajian yang kondusif dan demokratis secara berkelanjutan untuk mengembangkan ajaran Islam berbasis Ahlussunnah Wal Jama’ah dan tegaknya pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan utuhnya NKRI.
2.    Bahtsul Masail
Bahtsul Masail (BM) adalah kelompok pengajian yang dilakukan secara rutin oleh Kaum Nahdiyyin dalam rangka membahas masalah-masalah kekinian yang berkaitan dengan hukum Islam baik aqidah, syariah dan akhlaq dan isu-isu kontemporer dan kebangsaan didasarkan pada penela’ahan pada kitab kuning yang ditulis ulama’ timur tengah klasik maupun kitab yang ditulis ulama Indonesia. Bahtsul Masail merupakan tradisi pengembangan keilmuan kaum Nahdliyyin, sangat berkembang dikalangan kaum Nahdiyyin mulai dari Bahtsul Masail tingkat Kabupaten, Kecamatan dan kelurahan / Desa rutin melakukan pengkajian pada Kitab Kuning dan mencari solusi problem keummatan. Kelompok kecil ini (bahtsul masail Dusun) disamping belajar alim agama juga bertujuan melatih ketangkasan membaca kitab kuning dan kecerdasan menyelesaikan masalah. Pesertanya beragam, mulai dari santri yang sudah memiliki basis kitab kuning, santri setengah bisa baca kitab kuning dan santri/kaum Nahdiyyin sama sekali tidak bisa baca kitab kuning, tetapi memiliki kemauan keras untuk paham agama dan bisa baca kitab kuning. 
Baca Kitab Kuning hal yang biasa dikalangan Nahdliyyin dalam rangka pencarian solusi yang tepat pada problematika yang dihadapi Nahdliyyin  pada semua sektor kehidupan. Kelompok baca kitab kuning ini adakalanya berasal dari ikatan alumni suatu pesantren, ikatan pelajar maupun kelompok pengajian di desa. Output pengajian baca kitab kuning yang berasal dari ikatan alumni suatu pesantren atau masyarakat desa lebih banyak pada proses pembelajaran “ingin tahu’ baca kitab kuning. Pembelajaran basis Kitab Kuning bagi Kaum Nahdliyyin ini agar lebih tepat sasaran, maka perlu upaya-upayah untuk menyempurnakan organisasinya, diselenggarakan dengan baik dan sistematis, sehingga dapat dipahami pesertanya (kaum Nahdliyyin) lebih mudah dan praktis dan bukan sesuatu yang menakutkan atau sesuatu yang dibenci. Berbeda dengan baca kitab kuning di LPAI dan LBMNU merupakan benar-benar pencarian solusi kemumatan berpijak pada sumber otoritatif (al-Qur’an dan al-Hadis).      
3.    Ikatan Tamir Masjid Dan Mushalla Jember.
Organisasi yang berada pada aktifitas kemasjidan, memiliki aktifitas pengajian rutin dalam rangka membina anak muda supaya memiliki kecintaan dan kepedulian pada masjid dan dakwa islamiyah, mencegah kenakalan remaja serta aktifitas yang dilakukan untuk menjaga aqidah dan akhlaq mulia pemuda, membangkitkan semangan perjuangan para pemuda. Mushalla juga berfungsi sebagaimana masjid pada umumnya, menjadi pusat pendidikan anak-anak (Kaum Nahdliyyin) yang diasuh oleh Kyai langgar[7], ia juga tokoh masyarakat yang berpengaruh ditengah-tengah masyarakat memiliki ilmu agama yang luas. Pendidikan mushalla mengajarkan pendidikan agama secara dasar seperti mengajarkan anak ilmu al-qur’an, ilmu akhlaq, fiqh dan ilmu aqidah.
Adanya ikatan takmir masjid dan mushalla ini, para kyai yang mengurus masjid dan kyai langgar bersama-sama ikut memikirkan dan membentengi aqidah ahlussunnah wal jama’ah dari kelompok-kelompok tertentu yang berbeda dengan aqidah ahlussunnah.
Adapun pengurus Ikatan Takmir Masjid dan Mushalla adalah
Pembina                      : KH. Abdul Hamid Hasbullah
Ketua                          : H. Bambang Budi Soesetyo
Sekretaris                    : Edy Prasetyo PD
Bendahara                  : M. Aturi
Humas                                    : H. Imron
Dakwa dan social      : Muhammad.[8]


4.    Pengajian Di Lingkungan Kelurahan Patrang
Kelompok yang ada di lingkungan Cangking Kelurahan Patrang adalah Pengajian al-Ikhlas Pengajian Nurul Hidayah, pengajian al-Hidayah dan Pengajian RW dikelurahan (18 RW). Kelompok pengajian ini adalah pengajian kaum nahdliyyin tetapi ada sebagian kecil dari luar kaum Nahdliyyin, mereka ikut untuk menjaga kerukunan umat dan juga tidak membeda-bedakan umat Islam. Agenda pengajiannya antara lain:
-       Belajar membaca al-Qur’an,
-       Yasinan dan Tahlil
-       Ceramah agama
-       Doa bersama.[9]
Pengurus Pengajian di Lingkungan Cangkring Patrang
Pelindung                   : 1. Lurah Patrang
                         : 2. Ketua RW 004
                         : 3. Ketua RT 1,2 dan 3 
Pembina                      : 1. KH. Much. Faisol
                         : 2. Kyai Zainullah
Ketua                                      : Sugianto
Sekretaris                    : Muhammad Faqih
Bendahara                  : Agus Riyanto
Sesi-sesi
1.    Dakwah                             : Sunarto 
2.    Perlengkapan        : Abu Nahrawi
3.    Humas                               : Deni Widiyanto.[10]
Hasil Penelitian
Konstruksi Pemahaman Kaum Nahdliyyin tentang paham Radikal-Sesat
Diskursus kaum Nahdliyyin tentang Negara Islam Indonesia sudah dikaji (bahtsul masail) sejak lama menjalang kemerdekaan Indonesia dari para penjajah. Ulama dari kalangan Nahdliyyin menolaknya dan penolakan itu secara jelas tentang Darul Islam Indonesia tampak pada saat muktamar NU di Situbondo dengan penegasan oleh KH Ahmad Shiddiq bahwa NU menerima pancasila sebagai dasar NKRI. Namun peneriman tersebut diwarnahi pro kontra, sebagian Ulama NU ada yang tidak setuju dengan NU menerima pancasila, karena dianggap pemikiran yang liberal - radikal, begitu juga sebagian Ulama NU  tidak setuju pengurus NU diisi oleh anak-anak NU yang dianggap Radikal atau Liberal. Tampa disadari pemikiran “Radikal tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kaum Nahdliyyin, utamanya bentuk ikhtiyar organisasi dalam menja-lankan “amar makruf nahi mungkar” yang diimplementasikan oleh pengikutnya atau sikap keras kaum Nahdliyyin terhadap penolakan pada sistem atau kebijakan pemerintah yang dapat merugikan akhlaq generasi muda kaum Nahdliyyin. namun, di lain pihak, pemahaman untuk mendefi-nisikan radikalisme terjadi secara dengkal untuk memahami dan membedakan radikalisme-liberalisme-terorisme. Kaum Nahdliyyin sering salah kaprah untuk menangkap gejala seseorang atau sikap kyai dalam interaksi sosial, sering dihukumkan radikal atau liberal atas pemikiran-pemikiran atau solusi yang dijadikan rujukan.
Hal demikian terjadi secara kesadaran dan kesepakatan bersa-ma (bagian tertentu) terhadap hegemoni isu yang kemudian menda-sari sebagai pijakan konstruksi radikalisme. Ada pula pemahaman radikal dipahami sebagai high politic atau urusan politik kepentingan suatu kelompok tertentu yang tidak mendapatkan pengaruh dan ideologynya tidak tersalurkan sehingga membuat terobosan-terobosan baru terkadang dilakukan diluar nalar kesadaran.
Kyai Abdul Hamid sendiri sering dianggap keras karena perlawanannya pada pelaku maksiat, gaya berbicara blak-blakan, dan kritikan-kritikan kepada pemerintah atas kebijakan yang kurang konstruktif justru sebagian yang lain beliau dianggap radikal.[11] LPAI juga dianggap identik dengan model dan figur Kyai Hamid, tetapi sebagiannya menganggap cara demikian positif dan konstruktif sebagai dasar pikiran dan penegak amar makruf nahi mungkar bahkan cara keras pada saat-saat tertentu sangat dibutuhkan. Islam tidak hanya membenarkan dengan cara moderat tetapi cara tegas, berperang pun dibenarkan dalam Islam selama tidak keluar dari koridor-koridor syariat Islam.   
Oleh karena itu pemantapan terhadap substansi radikalisme menjadi sangat penting agar kaum Nahdliyyin bisa memahami persoalan sampai pada keakar-akarnya dan mampu menilainya sehingga mereka mampu menem-patkan sisi mana radikalisme itu menjadi sesuatu yang mengancam aqidah ahlussunnah wal jama’ah, serta sisi yang mana Radikalisme mengancam keutuhan NKRI, termasuk memahami sisi yang mana radikalisme konstruktif terhadap perkembangan aqidah dan kemajuan bangsa dan Negara Indonesia.  
Makna Radikal dalam kamus adalah sama sekali; besar-besaran dan menyeluruh, keras; kokoh dan maju dan tajam (dalam berfikir). Radikalisme adalah paham politik kenegaraan yang menghedaki adanya perubahan dan perombakan besar sebagai jalan untuk mencapai taraf kemajuan.[12]
Makna konstruksi radikalisme yang dikehendaki oleh kaum Nahdliyyin adalah pemikiran yang luas dalam pengembangan ajaran Islam, serta penegakan hukum yang adil sesuai dengan hukum yang disepakati dalam undang-undang yang berperinsip pada pancasila dan UUD 1945. Sebagaimana disepakati bahwa akal sehat, pancaindra dan intuisi merupakan elan vital dalam mema-hami agama dan unsure-unsurnya, berikut pesan imam al-Ghazali yang diteladani oleh kaum Nahdliyyin:
Sesungguhnya akal semata bila tidak deberangi pancaindra tidak bisa memutuskan proposisi-proposisi ini, melainkan ia dapat menangkapnya dengan perantaraan pancaindra. Maka janganlah anda meragukan kebenaran hasil-hasil empiri sensual, bila anda kecualikan faktor-faktor aksidental, seperti lemahnya indra, jauhnya obyek yang diindra dan tebalnya perantara.[13]
Dan barang siapa mendustakan akal, nyata-nyata telah mendustakan syara’ sebab dengan akallah diketahui kebenaran syara’. Sekiranya tidak adakebenaran dalil akal, kita tidak akan mengetahui perbedaan antara nabi dengan yang mengaku nabi dan antara yang benar dengan yang bohong. Bagaimana munkin akal didustakan oleh syara, padahal syara’ tidak ditetapkan (kebenaran dan kesahannya) kecuali dengan akal.[14]
Wasiat kedua, janganlah sekali-kali mendustakan akal sebab akal tidak berdusta, sekiranya akal berbohong bisa jadi ia berbohong pula dalam menetapkan syara’ sebab dengan akallah, kita mengetahui syara’ bagaimana mungkin diketahui kebenaran saksi berdasarkan rekomendasi seseorang yang berbohong, syara’ adalah saksi menge-nai[15]
Tidak jauh kemungkinannya wahai orang yang terpaku dialam akal, adanya dibelakng akal potensi lain yang padanya tampak apa yang tampa pada akal sebagaimana mudah dipahami adanya akal sebagaimana sarana lain dibelakng tamyiz dan pengindraan yang padanya tersingkap keanehan-keanehan dan keajaiban-keajaiban yang tidak terjangkau indra dan tamyiz karena itu janganlah anda menjadikan puncak kesempurnaan itu terbatas pada diri anda sendiri.[16]
Berfikir logika (radikal) al-Ghazali tersebut boleh dikembangkan terhadap penyelesaian masalah dengan tidak mengesampingkan dalil al-Qur’an dan as-Sunnah. Disamping hal tersebut cara lain juga bisa dipakai dalam memahami dan menjalankan ajaran Islam seperti bertaqlid, mengikuti cara bermadzhab, diperbolehkan untuk menda-patkan gambaran objektifitas dan orsinilitas serta validitas di dalam memahami realitas sosial (tradisi, ritual dan budaya intelektual) yang dimiliki kaum Nahdliyyin. Dari realitas sosial ini sesungguh-nya penyebab vonis kafir, bid’ah, syirik yang dilontarkan oleh kaum transnasional.
Tetapi berfikir radikal yang dilarang bagi kalangan Nahdliyyin adalah berfikir ala Mu’tazilah, dimana pemikiran Mu’tazila mensejajarkan antara wahyu dengan akal. Terkadang wahyu dan akal dipertentangkan yang menjadi rujukannya justru akal bukan wahyu bahkan Wahyu itu dipahami makhluq.
Kemudian yang dianggap radikal-sesat oleh kaum Nahdliyyin adalah sekelompok orang atau organisasi yang aqidahnya bertenta-ngan dengan aqidah Ahlussunnah wal jama’ah dan dibidang kenegaraan menolak pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Keutuhan NKRI sebagai dasar Negara Indonesia. Memaksakan kehendak bahwa Indonesia sebagai Negara Islam (khilafah Islamiyah) dan sistemnya al-Qur’an dan as-Sunnah. Sementara yang tidak setuju atau yang mengikuti pancasila, UUD 1945 dikatakan kafir dan najis. Kaum Nahdliyyin juga memahami bahwa radikalisme dalam berbagai perspektif seperti radikalisme dalam perspektif politik, sosiologis, hukum, budaya, ekonomi dan radikalisme dalam perspektif agama. Bagi kaum Nahdliyyin dan Indonesia seluruhnya heboh dibidang radikalisme agama dan politik.  

Pengetahuan Nahdiyyin terhadap Khittah Nahdliyyah dan aqidah ahlussunnah, paham radikal-sesat yang berkembang pada masya-rakat di Lingkungan Kabupaten Jember
Hasil penelitian bahwa masih ada ‘sebagian kecil” dari Nahdliy-yin dan Nahdliyyat (masyarakat bawah) belum memahami Khittah Nahdliyyah bahkan ada juga bagian dari orang NU terpelajar menga-nggap paham tentang Khittah Nahdliyyah, tetapi pada hakikatnya mereka tidak memahami Khittah secara benar. Temuan ini sesuai dengan penjelasan KH Abdul Muchith Muzadi bahwa “sebagaian besar orang NU hanya dengar-dengar saja, tidak membacanya, apalagi mempe-lajarinya secara seksama[17] ini merupakan titik lemah kaum Nahdliyyin, harus menjadi fokus perhatian NU dan Nahdliyyin kedepan sebagai start memulai khidmahnya pada pendidikan masyarakat Nahdliyyin, lebih baik apabila Khittah Nahdliyyah menjadi kitab wajib kajian-kajian diberbagai tempat.
Sebagian umum Masyarakat Nahdliyyin kurang memahami Khittah Nahdliyyah, mereka lemah pada kesadaran membaca, sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, mereka lebih senang belajar melalui mendengarkan pengajian, ikut shalawatan, dzikiran, yasi-nan, tahlilan dan semacamnya.[18] Dikatakan sebagai masyarakat lebih senang shalawatan, dzikiran, dzikiran, yasinan, Tahlilan dari pada mengkaji khittah secara khusus. Kelompok-kelompok pengajian kaum Nahdliy-yin saat diinterview memberikan jawaban bahwa khittah Nahdliyyah tidak banyak diketahuinya, hanya sebagian kecil dari peserta pengajian yang mengetahui Khittah Nahdliyyah. Bagian penting saja yang dibahas dan dirujuk sesuai dengan problematika umat atau pertanyaan-pertanyaan masyarakat, contoh bagaimana cara bermadz-hab Kaum Nahdliyyin? Bagaimana karakter kemasyarakatan kaum Nahdliyyin), Bagaimana bentuk bela Negara Kaum Nahdliyyin untuk memperkokoh NKRI?, munculnya pertanyaan tersebut, kaum Nahdliyyin baru belajar dan mengutip rumusan-rumusan yang ada dalam Khittah Nahdliyyah. Khittah Nahdliyyah dikaji dan dibahas secara detel pada lembaga khusus yang ada dalam pendidikan naungan Yayasan Pendidikan NU (YPNU) dan Ma’arif, LBMNU.[19]
 Walaupun masyarakat tidak secara langsung memahami khittah Nahdliyyah, namun mereka sudah melaksanakan isi Khittah Nahdliyyah, seperti bidang aqidah, masyarakat Nahdliyyin beraqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan pendekatan madzhab, mengikuti Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Pengetahuan Kaum Nahdliyyin di bidang fiqh, mengikuti empat imam yaitu Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hambali. Pada pelaksanaannya Kaum Nahdliyyin memiliki kebeba-san untuk memilih pendapat salah satu imam tersebut seperti bagaimana tatacara shalat yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah, kaum nahdliyyin memilih jalur madzhab artinya memahami tatacara shalat lewat metodologi imam Syafi’i, begitu juga seterusnya. Di bidang Negara, Nahdliyyin sangat patuh pada pemimpin yang adil, menjunjung tinggi Pancasila dan Undang-Undang 1945 sebagai dasar hukum NKRI serta mengamalkan sikap kemasyarakatan “tawassuth, I’tidal, Tawazun, Tasamuh dan amar makruf nahi mungkar.
Ikatan pelajar NU seperti IPNU, PMII juga diakui, tidak ada kajian secara khusus tentang Khittah tetapi proses MAPABA, PKD, PKL membahas Khittah pada unsur sikap kemasyarakatannya sebagai modal dasar pengetahuan pergerakan aswaja bagi mahasiswa kelak menjadi Nahdliyyin yang berkualitas.[20] YPNU pun sendiri mengkaji Khittah Nahdliyyah secara holistik. Pengkajian secara tuntas tentang khittah adalah lembaga pendidikan seperti Universitas Islam Jember, mengkaji Ahlussunnah Wal Jama’ah (ASWAJA) secara tuntas dan mendalam, penguasaan terhadap aswaja disegala bidang disiplin ilmu, menjadi visi misi Universitas Islam Jember[21], sehingga Aswaja menjadi Matakuliah wajib dan unggulan Universitas, serta disertai praktik aswaja di pesantren maupun di kampus. Dalam desain RPP tersebut sangat jelas pembelajaran pada materi khittah, mahasiswa menganalisis khittah secara baik bahkan mahasiswa diharuskan menghafal isi Khittah dengan tujuan mahasiswa sebagai ilmuan yang dapat dijadikan corong UIJ untuk mengajar masyarakat dalam mempertahankan aqidah aswaja dan meneruskan perjuangan para ulama NU di bidang dakwa, social dan mempertahankan keutuhan Negara Indonesia.[22]
Menurut Kepala LP2ANU Universitas Islam Jember bahwa tujuan pendidikan Aswaja adalah untuk menjadikan mashasiswa (kaum nahdliyyin) berkarakter aswaja, sasaran pendidikan aswaja tidak hanya cakup mahasiswa tetapi semua civitas akademika bahkan masyarakat sekitar kampus. Kedepan Desain aswaja masuk pada interdisipliner pendidikan sesuai dengan fakultas yang dimiliki Universitas Islam Jember seperti fakultas Hukum, FaPertanian, FAI, FKIP, Fisip. Learning outcome: mahasiswa hukum mampu mengu-asai ilmu hukum yang bercirikan aswaja beserta aplikasinya, mahasiswa pertanian adalah mampu menguasai ilmu pertanian yang bercirikan aswaja beserta aplikasinya. Mahasiswa FAI adalah mampu menguasai Ilmu Guru keagamaan Islam yang bercirikan aswaja beserta aplikasinya. Mahasiswa FKIP mampu menguasai ilmu keguruan umum yang bercirikan aswaja beserta aplikasinya. Mahasiswa Fisip adalah mampu menguasai ilmu social dan ilmu politik yang bercirikan aswaja beserta aplikasinya.[23] Dengan demikian kaum Nahdliyyin akan menjadi umat Islam beraqidah aswaja, bernegara ala aswaja dan semua disiplin kehidupannya mencerminkan nilai-nilai Islam berkarakter aswaja.
Masyarakat yang memahami Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah masyarakat yang belajar di pesantren, sekolah Islam, Perguruan Tinggi Islam dan masyarakat umum yang belajarnya pada ulama pembela Sunni baik saat pengajian umum, pengajian rutin maupun pengajian hajatan seperti walimatul urus, walimatul hajj, walimatul khitan, walimatul hamli, walimatul haul dan sebagainya. Sementara masyarakat atau siswa/ mahasiswa yang tidak belajar pada pendidikan dan pengajian tersebut sangat sulit untuk dapat memahami Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah.[24] Pada kegiatan itu, biasanya seorang Kyai menjelaskan agama dikonteks-kan pada aqidah Aswaja, fiqh aswaja. Sehingga masyarakat umum mengenal aswaja secara mendasar.   
Pengetahuan Kaum Nahdiyyin terhadap aqidah ahlussunnah sejak belajar Islam pertama kali yang diajarkan Kyai adalah aqidah ahlussunnah wal jama’ah, kitabnya antara lain aqidatul awam, kifayatul Awam. Strategi kyai dalam mengajarkan aqidah kepada santri pemula (mushalla, pesantren) adalah menggunakan hafalan terhadap nadlam aqidatul awam, Kaum Nahdliyyin wajib menyakini 50 keyakinan adalah Keimanan kepada Allah SWT Sifat wajib bagi Allah SWT ada 20, Sifat mustahil bagi Allah SWT  ada 20, dan Sifat jaiz bagi Allah SWT ada 1. Keimanan kepada para rasul: Sifat wajib bagi rasul ada 4, Sifat mustahil bagi rasul ada 4 dan Sifat jaiz bagi rasul ada 1, jumlah keseluruhan ada 50 aqaid yang harus diimani oleh Nahdliyyin.[25]
Kaitan dengan paham Radikal-sesat di Jember, hasil observasi peneliti dapat menghimpun data dari penjelasan Kapolres (Sabilul Alief) beliau menjelaskan bahwa “Kapores menyambut baik LPAI karena sebagai sarana penambahan ilmu agama dan meluruskan keimanan yang lurus. Menurut Sabilul Alief persoalan aqidah tidak bisa dihubungkan dengan kasus kriminalitas, kasus Kriminal itu bisa diselesaikan dengan hukuman, bisa jadi ditembak dan lainnya, sedangkan kasus aliran aqidah radikal-sesat tidak selesai dengan hukum, tembak dan sebagainya, tetapi aqidah radikal sesat harus dilawan dengan aqidah yang lurus (aqidah aswaja). Ketika ditanya (kaum Radikal) itu menjawab saya bukan teroris, tetapi mempertahankan aqidah saya pak, mereka siap mati demi mem-pertahankan aqidahnya itu.. kemudian kapolres Jember melanjutkan penjelasannya bahwa polisi Jember telah menangkap 2 orang diduga teroris, pengadilan sudah mengidentifikasi 2 orang itu bagian dari gerakan teroris. Dengan tegas sabilul “kalau ada indikasi Radikalis-me di Jember harus ditangkap’ tetapi selama ada pengajian, maka terorisme, radikalisme sulit masuk ke Jember. Kapolres Jember memerintahkan kepada Kapolsek-Kapolsek di Jember yang memiliki perhutanan seperti Temporjo, Mumbulsari, Ambulu.. segera melaku-kan operasi dan mengecek hutan-hutan disekitarnya, kemungkinan ada latihan perang-perangan. Kalau ada kelompok yang praktik perang-perangan perlu dicurigai. Begitu juga para Kyai, kalau ada tokoh atau guru mengajarkan bunuh diri itu halal, maka laporkanlah ke Kapolres.[26]
Kapolres Jember (Sabilul Alief) menyambut sebagai tuan rumah pengajian LPAI dikediamannya (perumahan Kapolres) mengemukakan berikut petikannya: “Setiap senin pagi ada upacara di Polres, saya menyampaikan (Sabilul Alief) kepada jajarannya bahwa setiap anggota kepolisian harus paham agama sesuai dengan agama yang dianutnya, jika muslim, maka harus paham Islam dengan cara belajar pada ulama, belajar shalat dan mengaji, masjid polres Jember sebelum tiba waktu shalat menghidupkan suara mengaji dan adzan tepat waktu, dilanjutkan dengan shalat jama’ah, itu dimaksudkan agar setiap anggota kepolisian hidup hatinya dan berdoa kejahatan dapat dikalahkan”.[27]
Walaupun masyarakat kurang memahami Islam sebagaimana pemahaman kaum pesantren maupun kaum berpendidikan agama, namun persoalan keimanan dan budaya masyarakat sangat kuat dan mengikat dengan pemahaman keislaman yang diajarkan dan diamalkan para Kyai pesantren, Kyai Mushalla, Kyai Kampung dan lumrahnya tradisi keagamaan maupun budaya pada suatu lingku-ngan masyarakat tertentu. Jika ada sesorang yang tampil berbeda paham (radikal) atau menerobos tradisi masyarakat, maka masya-rakat memandangnya, iman dan perbuatan orang tersebut menyimpang dari ajaran Islam dan tradisi masyarakat setempat. Sehingga masyarakat memberlakukan sikap yang kurang baik bahkan perbuatan kasar / Keras hukuman masyarakat pada orang tersebut. Contoh tradisi masyarakat dalam memperingati kemerde-kaan RI adalah mengada-kan selamatan masal, menaikkan Bendera dan menghormatinya. Sementara ada seorang yang memiliki paham radikal, tidak menyukainya bahkan melakukan perlawanan kepada masyarakat dengan cara berkata selamatan masal bid’ah, dan menaikkan bendera, menghormatinya adalah syirik dan kafir bagi yang merayakannya.[28] Masyarakat menilai aliran tersebut sebagai aliran radikal dan bukan bangsa Indonesia yang mencintai Negara dan mengingat jasa para syuhada, pejuang kemerdekaan RI.
Azyumardi Azra[29] memberikan penegasan yang terang benderang tentang terjadinya radikalisme dikalangan umat Islam disebabkan dua factor yaitu internal dan eksternal. Faktor Internal terjadi karena:
1.    Pemahaman literal, ad hoc dan sepotong-potong atas kitab suci atau doktrin tententu dalam agama
2.    Paham eskatologis dalam kalangan umat beragama (kiamat, imam mahdi, ratu adil, messiah)
3.    Sekterianisme atau fanatisme terhadap aliran atau faham tertentu yang ada dalam agama
4.    Konflik kepemimpinan agama; kontestasi kepemimpinan dan pengaruh
Sedangkan faktor  eksternal adalah
1.    Politik; ideologi sekuler Negara-bangsa; sekularisme Darwinisme social; religiously unfriendly ideology
2.    Ketimpangan power–sharing; dominasi kelompok politik/ kelom-pok agama tertentu
3.    Ketimpangan ekonomi dan sumberdaya; meluasnya kemiskinan dan pengangguran
4.    Kepincangan hubungan internasional; ketidakadilan terhadap Negara tertentu;
5.    Globalisasi, liberalisasi, demokratisasi, penyebaran paham, ideology dan gerakan trans-nasional
Kemudian beliau memberikan alternative untuk mengatasi kesenja-ngan tersebut antara lain
1.    Revitalisasi faham agama moderat, jalan tengah (wasatiyah) secara komprehensif
2.    Pemberdayaan Religious-besed Civil society Organizations untuk menguatkan komitmen kebangsaan multicultural
3.    Penegakan hokum secara tegas dan terukur
4.    Penciptaan keadilan social, ekonomi dan politik
5.    Penuatan paham dan ideology kebangsaan
6.    Koordinasi antar-kementerian / lembaga pemerintah
7.    Penataan hubungan dan keadilan internasional
8.    Deradikalisasi komprehensif dan integrated;[30] 
Ciri kelompok yang dipandang radikal oleh masyarakat Jember adalah mereka berjenggot (jenggot idealis), celana cingkrang, dahi berbekas merah, anti tahlil, anti ziarah kubur, suka membid’akan dan mengkafirkan orang lain.[31] Pengajian al-Ikhlas, merupakan pengajian salah satu  masyarakat yang mempertahankan tradisi Nahdliyyin yaitu membaca Yasin, Tahlil, Istighatsah, baca shalat dan sebagainya, sebagai upaya mempertahankan tradisi Nahdliyyin yang dapat memperkokoh aqidah ahlussunnah dan menumbuhkan pola hidup rukun dimasya-rakat.[32] Pengajian ini tidak hanya kegiatan tahlil dan yasinan saja, melainkan ada pembinaan aqidah, fiqh dan akhlaq.[33]   
Pengajian rutin LPAI yang dilaksanakan satu bulan sekali setiap Jum’at Manis atau jum’at Legi, membahas problematika umat kekinian telah membahas ciri-ciri kelompok radikal-sesat, berikut ini petikan catatan lapangan yang menjelaskan ciri-ciri kelompok radikal sesat adalah:
1.    Kelompok itu selalu membid’akan orang lain
2.    Selalu mencari hadis-hadis tekstualis terhadap perbuatan atau aktifitas keagamaan maupun social politik ekonomi, budaya dan sebagainya.
3.    Memahami ayat sepotong-potong
4.    Tidak mau merujuk pada kitab-kitab hadis, aqidah, fiqh dan akhlaq yang ditulis oleh pembela ahlussunnah wal jama’ah
5.    Mengaku tidak menggunakan hadis dhoif (bukan hadis palsu) tetapi lebih nengedepankan pendapat gurunya atau jalan ijtihad.
6.    Tekstualis memahami ayat dan hadis
7.    Tidak mau bermadzhab karena madzhab itu adalah bid’ah. Mereka dengan yakin berijtihad. Padahal ijtihad harus memenuhi persya-ratannya.[34]   
Masyarakat di Lingkungan Kabupaten Jember tepatnya Kecama-tan Patrang Kelurahan Patrang memiliki organisasi keagamaan dan sosial yang plural, tetapi juga agamis, sopan santun tinggi sesama Rukun Warga, Rukun Tetangga tetap terjaga. Masyarakat ini rutin mengadakan pengajian,  dan melakukan gotong royong (sosial) dan menjaga keamanan  yang dipimpin oleh Ketua RW dan RT.[35] Masyarakat ini, memiliki pengajian rutin yang diselenggarakan antara lain dilaksanakan malam Rabu pengajian Nurul Hidayah khusus muslimat dilaksanakan jam 18:40 s/d 20:40 malam kamis jam 18.30–20.00, nama pengajian al-Ikhlas, pengajian khusus jama’ah muslimin. Malam Jum’at pengajian Yasinan dan Tahlilan dilaksanakan mulai jam 18:30 s/d 20:00 pengajian khusus jama’ah muslimin. Pengajian rutin RW dilaksanakan di Kelurahan yang dibina Bapak Lurah. pesertanya semua anggota pengajian rutin masing-masing RW di lingkungan kelurahan patrang berkumpul pada minggu ke 3 dengan mengundang dai sebagai penceramah untuk membimbing masyarakat menuju jalan yang diridlai Allah.[36]
Disamping pengajian tersebut, Kecamatan bersaman Kelurahan desa dan semua warga bersama-sama memperkuat nasionalisme masyarakat dengan berbagai aktifitas seperti memeriahkan 17 Agustus dan memeriahkan PHBI (Peringatan Hari Besar Islam).[37] Dari keterangan Lurah dan Bapak Rudi Kaswara bahwa pengajian tersebut merupakan usaha untuk mempertahankan aqidah Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah, melestarikan tradisi pendidikan keagamaan masyarakat serta pengajian rutin tersebut, diproyeksikan untuk dapat menangkis paham-paham baru (radikal-sesat) supaya mental warga dan persatuan warga tetap terjaga. gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat sebagai ikatan memperkuat sosial warga, kerukunan warga pada Kelurahan Patrang Lingkungan Cangkring RW 04 RT 1,2 dan 3 kegiatan ini sangat kuat dan sudah mengakar cukup lama. Pengajian RW kelurahan Patrang dimaksudkan untuk belajar agama, belajar mengaji al-Qur’an, juga menyadarkan orang tua akan pentingnya pemahaman agama pada orang lanjut usia, orang tua dan anak. Banyak orang tua tidak memperhatikan perkembangan agama dalam diri anak, banyak anak meninggalkan shalat, pergaulan bebas, benci pada orang tua bahkan ada yang mau mencelakainya, itu disebabkan juga karena factor orang tua; salah didikan sejak usia kecil.[38]  
Ikatan Takmir Masjid Dan Mushalla Jember memberikan penjelasan kepada peneliti bahwa “Ikatan Takmir Masjid Dan Mushalla Jember menolak keras kepada Aliran Wahabi dan Salafi “Rakyat di Indonesia atau Umat Islam ini butuh dakwa Islam yang sejuk dari ajaran Islam yang haq, itulah Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Islam Yang Rahmatan Lil Alamiin dan buka Islam yang suka membuat provokasi dan perpecahan, tidak bisa menjaga perbedaan, ekstrem dan suka mengkafirkan. diketahui Salafi Wahabi yang datang ke Indonesia kerap membuat hal-hal kontradiktif dan provokatif bagi warga (Nahdliyyin), menyesatkan, membid’akan mengkafir syirikkan segala amalia muslimin/kaum Nahdliyyin. Anggapan mereka bahwasanya kaum Nahdliyyin mengedepankan hawa Nafsu dari pada menggunakan dalil-dalil syar’i, padahal tidak sedikitpun amaliah yang dilakukan oleh Nahdliyyin keluar dari syar’i, karena ibadah dan amaliah nahdliyyin berdasar pada dalil al-qur’an, as-Sunnah, ijma’ dan qiyas. Ketika al-Qur’an, as-Sunnah tidak ditemukan dalil khususnya maka nahdliyyin mencari hukum ijma (kesepakatan ulama), jika tidak ditemukannya, maka Nahdliyyin menggu-nakan jalan qiyas (pendapat individu). Sementara salafisme dan wahabi-sme alergi pada ijma’ dan qiyas, sehingga jika umat Islam (nahdliyyin) beramaliah berdasar pada pendapat ulama mu’tabarah (ijma’) dan qiyas, maka salafisme menilai bid’ah bahkan syirik. Ini yang salah bukanlah kaum nahdliyyin justru Nahdliyyin lebih maju dan berkembang dibandingkan salafi wahabi. Karena salafi wahabi pura-pura tidak mau bermadzhab, sementara banyak pendapatnya yang merujuk pada pendahulunya. Kata merujuk pendapat itu sendiri kan sudah bermadzhab bersandar, mengikuti pada pemahaman orang lain. Sesungguhnya jalan madzhab itu cara memahami Islam melalui metodologi pemahaman Islam yang telah dilakukan oleh ulama terdahulunya. Karena dipandang luas dan menyambung silsilahnya kepada rasulullah, juga memiliki kepriba-dian yang tangguh dan berakhlaq akhlaqullah. 
Salafisme wahabisme mengkampanyekan ‘kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadis, memurnikan “aqidah” dan ijtihad sendiri dalam memutus-kan hukum. Justru kaum nahdliyyin segala usahanya menyetir ayat-ayat al-qur’an dan al-Hadis, mengguakan aqidah aswaja, fiqh aswaja, akhlaq aswaja. Itu merupakan usaha yang luar bisa dalam memurnikan ajaran Islam. Persoalan “ijtihad” kaum nahdliyyin memandang bahwa ijtihad itu tidak semua orang mampu, tetapi hanya bisa dilakukan oleh orang tertentu yang memenuhi criteria standar yang ditentukan para ulama. Inilah alasan Nahdliyyin menggunakan madzhab dalam mengimplemen-tasikan hukum Islam, mengikuti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan imam Ahmad bin Hambal. Hal ysng demikian telah dijelaskan dalam Khittah Nahdliyyah bahwa “tidak semua orang mampu memahami sendiri dan menyimpulkan pendapatnya mengenahi sesuatu langsung dari al-Qur’an dan al-Hadis secara benar sehingga dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya. Diperlukan system yang dapat dipertang-gung jawabkan bagi seorang yang perlu punya pendaat atau perlu melakukan suatu hal yang mengenahi ajaran agama:
1.    Bagi yang memenuhi syarat dan sarana untuk mengambil kesim-pulan pendapat (istimbat/استنباط) sendiri dapat menggunakan system ijtihad yaitu beristimbath sendiri
2.    Bagi yang tidak memenuhi syarat atau yang meragukan kemam-puannya sendiri tidak ada yang dapat dilakukan kecuali mengikuti hasil ijtihad atau istimbath orang lain yang mampu, yang disebut dengan istilah system taqlid.
Memaksa semua orang beristimbath sendiri, bukan saja tidak tepat tetapi juga sangat membahayakan kemurnian ajaran agama Islam, membahayakan as-Sunnah Wal Jama’ah
Rasulullah bersabda:
اِذَا اُسِدَ اْلَامْرُ اِلَى غَيْرِ اَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
Tatkala suatu masalah diserahka kepada bukan ahlinya, maka tunggulah saat (kehancuran perkara itu).[39]
Salafisme-Wahabisme memang banyak dan sering menuduh kaum Nahdliyyin sebagai penganut Ajaran Nenek Moyang (tradisi). Seperti  pesan dari dai Salafi ditulis; “Sekira para kyai Aswaja NU mau menang-galkan hawa nafsu dan sikap fanatisme yang membabi buta terhadap tradisi leluhur mereka, niscaya mereka bakal mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para dai dari Salafi yang telah meluruskan makna Ahlu Sunnah wal Jamaah yang selama ini mereka pahami secara keliru”
Jawaban:
Justru dai dari Salafi yang baru mengetahui ijtihad Islam dan belum mengerti seluk-beluk metode ijtihad para ulama sejak dahulu. Apa yang telah kami amalkan memiliki landasan ijtihad sebagai berikut:
1. Qiyas Dalam Ibadah
- Sumber Hukum Qiyas;
Ulama ahli Tafsir, Syaikh Fakhruddin ar-Razi, menjelaskan firman Allah dalam QS an-Nisa’: 59, sebagai 4 sumber hukum dalam Islam:
قَوْلُهُ : أَطِيْعُواْ اللهَ وَأَطِيْعُواْ الرَّسُوْلَ , يَدُلُّ عَلَى وُجُوْبِ مُتَابَعَةِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ . قَوْلُهُ : وَأُوْلِى الْأمْرِ مِنْكُمْ , يَدُلُّ عِنْدَنَا عَلَى أَنَّ إِجْمَاعَ الْأُمَّةِ حُجَّةٌ ... قَوْلُهُ : فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوْهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ, يَدُلُّ عِنْدَنَا عَلَى أَنَّ الْقِيَاسَ حُجَّةٌ
“Firman Allah (ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul) menunjukkan kewajiban mengikuti al-Quran dan Hadis. Firman Allah (dan ulil amri) menunjukkan bagi kita bahwa Ijma’ umat Islam adalah sebuah hujjah. Dan firman Allah (jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu...) menunjukkan bagi kita bahwa Qiyas adalah sebuah hujjah”[40]
- Khilafiyah Qiyas Dalam Ibadah
Metode Qiyas semacam ini memang menjadi khilafiyah diantara lintas ulama Madzhab, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Ali bin Muham-mad al-Ba’li:
مَسْأَلَةٌ يَجْرِى الْقِيَاسُ فِى الْعِبَادَاتِ وَالْأَسْبَابِ وَالْكَفَّارَاتِ وَالْحُدُوْدِ وَالْمُقَدَّرَاتِ عِنْدَ أَصْحَابِنَا وَالشَّافِعِيَّةِ خِلَافًا لِلْحَنَفِيَّةِ    
“Qiyas berlaku dalam masalah ibadah, sebab-sebab syariat, kaffarat (denda/sanksi), hukum pidana dan ukuran, menurut ulama kami (madzhab Hanbali) dan madzhab Syafiiyah, berbeda dengan madzhab Hanafiyah”[41] 
Contoh dari hasil ijtihad ini adalah membaca niat dalam salat, salaman setelah salat, adzan di kubur
2.  Mengamalkan Hadis Dlaif
Ulama Salafi menvonis mengamalkan hadis dlaif adalah bidah, padahal tidak demikian. Sudah sejak masa ulama Salaf hadis dlaif diamalkan, bahkan hal ini diakui oleh Ibnu Taimiyah yang diberi gelar Syaikhul Islam oleh Salafi:
فَصْلٌ قَوْلُ أَحْمَد بْنِ حَنْبَلٍ : إذَا جَاءَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ شَدَّدْنَا فِي الْأَسَانِيدِ ؛ وَإِذَا جَاءَ التَّرْغِيبُ وَالتَّرْهِيبُ تَسَاهَلْنَا فِي الْأَسَانِيدِ ؛ وَكَذَلِكَ مَا عَلَيْهِ الْعُلَمَاءُ مِنْ الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ : لَيْسَ مَعْنَاهُ إثْبَاتُ الِاسْتِحْبَابِ بِالْحَدِيثِ الَّذِي لَا يُحْتَجُّ بِهِ ؛ فَإِنَّ الِاسْتِحْبَابَ حُكْمٌ شَرْعِيٌّ فَلَا يَثْبُتُ إلَّا بِدَلِيلِ شَرْعِيٍّ
(Fasal) Perkataan Ahmad bin Hanbal: “Jika ada hadis yang menjelaskan halal dan haram, maka kami sangat ketat dalam menilai sanadnya. Jika ada hadis dalam masalah dorongan beribadah atau motifasi meninggal-kan larangan, maka kami memberi kelonggaran dalam sanadnya”, demikian halnya para ulama yang mengamalkan hadis dlaif dalam hal keutamaan beramal; maksudnya adalah bukan untuk menetapkan hukum sunah dengan hadis yang tidak dapat dijadikan hujjah. Sebab, sunah adalah hukum syar’i maka tidak dapat dijadikan ketetapan hukum kecuali dengan dalil Syar’i.
وَإِنَّمَا مُرَادُهُمْ بِذَلِكَ : أَنْ يَكُونَ الْعَمَلُ مِمَّا قَدْ ثَبَتَ أَنَّهُ مِمَّا يُحِبُّهُ اللَّهُ أَوْ مِمَّا يَكْرَهُهُ اللَّهُ بِنَصِّ أَوْ إجْمَاعٍ كَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ ؛ وَالتَّسْبِيحِ وَالدُّعَاءِ ؛ وَالصَّدَقَةِ وَالْعِتْقِ ؛ وَالْإِحْسَانِ إلَى النَّاسِ ؛ وَكَرَاهَةِ الْكَذِبِ وَالْخِيَانَةِ ؛ وَنَحْوِ ذَلِكَ ... وَمِثَالُ ذَلِكَ التَّرْغِيبُ وَالتَّرْهِيبُ بِالْإِسْرَائِيْلِيَّاتِ وَالْمَنَامَاتِ وَكَلِمَاتِ السَّلَفِ وَالْعُلَمَاءِ وَوَقَائِعِ الْعُلَمَاءِ وَنَحْوِ ذَلِكَ مِمَّا لَا يَجُوزُ بِمُجَرَّدِهِ إثْبَاتُ حُكْمٍ شَرْعِيٍّ ؛ لَا اسْتِحْبَابٍ وَلَا غَيْرِهِ وَلَكِنْ يَجُوزُ أَنْ يُذْكَرَ فِي التَّرْغِيبِ وَالتَّرْهِيبِ ؛ وَالتَّرْجِيَةِ وَالتَّخْوِيفِ . فَمَا عُلِمَ حُسْنُهُ أَوْ قُبْحُهُ بِأَدِلَّةِ الشَّرْعِ فَإِنَّ ذَلِكَ يَنْفَعُ وَلَا يَضُرُّ
Maksud mereka (Imam Ahmad dan lainnya) adalah melaksana-kan hal-hal yang disenagi oleh Allah atau yang tidak disenangi berdasarkan dalil nash atau ijma’ ulama, seperti membaca al-Quran, tasbih, doa, sedekah, memerdekakan budak, berbuat baik kepada manusia, menjauhi dusta, khianat dan sebagainya.... Demikian halnya dorongan ibadah dan menjauhi larangan dengan dasar kisah-kisah Israiliyat, mimpi-mimpi, perkataan ulama Salaf, kejadian yang dialami para ulama dan hal yang tidak boleh dijadikan hukum Syar’i hanya karena hal diatas. Bukan menjadi hukum sunah atau lainnya. Namun boleh disebutkan dalam hal mendorong ibadah, menjauhi dosa, memberi harapan atau menakut-nakuti. Maka, sesuatu yang diketahui bagusnya atau buruknya berdasarkan dalil Syar’i maka hal itu boleh dan tidak berbahaya (Syaikh Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa 4/50)
Contoh amaliah yang merujuk kepada hadis dlaif adalah Talqin di makam. Sedangkan contoh mengamalkan dari para ulama adalah melepas tali pocong dari sebagian Tabiin. Contoh mengamalkan mimpi adalah doa fida’ baik tahlil 70.000 kali maupun al-Ikhlas 100.000 kali, mondoakan orang yang meninggal (tahlilan), yasinan, shalawatan, tawassul dll. Jika Ibnu Taimiyah boleh mengamalkan, mengapa pengikutnya menolak?
3.  Mengamalkan Tradisi
Masalah inilah yang paling banyak dituduh sebagai mengamalkan ajaran nenek moyang, yaitu tradisi. Padahal tidak semua tradisi harus dijauhi, bahkan tradisi yang dinilai baik oleh umat Islam boleh diamalkan, sebagaimana riwayat berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ : مَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ وَمَا رَآهُ الْمُسْلِمُوْنَ سَيّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّىءٌ وَقَدْ رَأَى الصَّحَابَةُ جَمِيْعًا أَنْ يَسْتَخْلِفُوْا أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ (رواه احمد والحاكم والطبراني والبزار . قال الذهبي قي التلخيص : صحيح وقال الهيثمي رجاله ثقات
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: “Apa yang dilihat baik oleh umat Islam, maka baik pula bagi Allah. Dan apa yang dilihat buruk oleh umat Islam, maka buruk pula bagi Allah. Para sahabat kesemuanya telah berpandangan untuk mengangkat khalifah Abu Bakar” (Riwayat Ahmad, al-Hakim, al-Thabrani dan al-Bazzar. Al-Dzahabi berkata: Sahih. Al-Haitsami berkata: Para perawinya terpercata)
Mufti al-Azhar, Syaikh Athiyah Shaqr, berfatwa:
وَهَذَا الْأَثَرُ اسْتَدَلَّ بِهِ جُمْهُوْرُ الْعُلَمَاءِ عَلَى أَنَّ الْعُرْفَ حُجَّةٌ فىِ التَّشْرِيْعِ وَلَكِنْ بِشَرْطِ عَدَمِ تَعَارُضِهِ مَعَ النُّصُوْصِ الصَّرِيْحَةِ وَالْأُصُوْلِ الْمُقَرَّرَةِ .... قَالَ الْعُلَمَاءُ : إِنَّ الْعُرْفَ لَا يُؤْخَذُ بِهِ إِلَّا بِشُرُوْطٍ مِنْهَا أَنْ يَكُوْنَ مُطَّرِدًا أَوْ غَالِبًا أَىْ شَائِعًا بَيْنَ الْكَثِيْرِيْنَ مَعَ مُرَاعَاةِ أَنَّ لِكُلِّ جَمَاعَةٍ عُرْفَهَا وَمِنْهَا أَلَّا يَكُوْنَ مُخَالِفًا لِنَصٍّ شَرْعِىٍّ كَشُرْبِ الْخَمْرِ وَلَعْبِ الْمَيْسِرِ وَالتَّعَامُلِ بِالرِّبَا ... (فتاوى الأزهر - ج 10 / ص 336(
Atsar (Ibnu Mas’ud) ini dijadikan dalil oleh mayoritas ulama bahwa ‘urf atau kebiasaan adalah sebuah dalil dalam agama, namun dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran agama dan kaidah ushul yang telah ditetapkan... ulama berkata: Urf atau kebiasaan tidak digunakan kecuali dengan beberapa syarat, diantaranya harus berlaku secara umum oleh kebanyakan orang, serta melestarikan kebiasaan masing-masing. Diantaranya juga tidak bertentangan dengan dalil agama, seperti minum khamr, permainan judi dan transaksi riba...”[42]
Kriteria tradisi dengan syarat diatas juga dibenarkan dalam pandangan ulama 4 madzhab, seperti oleh Syaikh Zadah al-Hanafi dalam Majma’ al-Anhar 5/361, Syaikh ad-Dasuqi al-Maliki dalam Hasyiah ‘ala asy-Syarh al-Kabir 15/372, al-Hafidz as-Suyuthi asy-Syafi’i, Asybah wa an-Nadzair, 1/164, dan Syaikh asy-Syinqithi dalam Syarah Zad al-Mustaqni’ 6/166.[43]
Salah satu latar belakang pembentukan Ikatan Takmir Masjid dan Mushalla, sebagai respon terhadap aliran salafi, tahlil itu bid’ah, bahkan ada kalangan salafisme yang ekstrem sampai pada pengkafiran orang tua (ibu,bapak) sendiri yang berbeda aliran, menurutnya perbedaan aliran di tubuh Salafi Wahabi memiliki doktrin bahwa perbedaan aqidah atau diluar kelompok salafi dianggap kafir. Ini paradigma bahkan ideology khawarij dan syiah yang dipakai mereka untuk membelah persatuan umat Islam (nahdlyyin/sunniyyin).[44]
Takmir Masjid Nurul Hidayah Lingku-ngan Cangkring Patrang menjelaskan bahwa “pernah mengusir kelompok yang mengaku hendak menyiarkan Islam kepada masyarakat dengan menempati masjid tersebut, alasan beliau menolak mereka, karena diduga keras ajaran yang dibawanya tidak sesuai dengan aqidah dan tradisi masyarakat setempat.”[45]
Kasus serupa tersebut sering terjadi, oleh karena itu Ikatan Masjid, kelompok pengajian masyarakat Nahdliyyin ingin menyalamatkan pengaruh aliran Salafi Wahabi; banyak masjid dan mushalla masyarakat sunni menjadi tempat dakwah mereka. Kelompok Syiah merupakan kelompok keagamaan yang diwas-padai oleh masyarakat Kaum Nahdliyyin. Salafisme, Wahabisme, Syiahisme, Khawarijisme justru tergolong kelompok keagamaan kategori ahlul bid’ah-sesat. Konsep Rukun iman syiah, rukun Islam syiah, al-Qur’an dan as-Sunnah syiah, dan sahabat serta ahlul bait konsep syiah, berbeda dengan konsep ahlussunnah sehingga perbedaan itu menyangkut persoalan yang prinsip, tidak bisa ditolerir.
Doktrinal Ahlussunnah perbedaan rukun Iman, rukun Islam tersebut menyebabkan pendiskualifikasi sebagai umat Islam aswaja, karena telah dianggap kontradiktif dengan ajaran Islam ala ahlussunnah (ajaran Islam yang dibawa rasulullah). Menurut doktrin aswaja bahwa rukun Iman dan rukun islam adalah paten (tetap) tidak bisa berubah dan tidak bisa digugat  (tafsir, dikritik dll).[46] 
Hizbut Tahril Indonesia (HTI) berpandangan pada pengingkaran terhadap siksa kubur, Qada dan Qadar, melecehkan umat Islam, mengkafirkannya serta memperbolehkan mencium wanita yang bukan isteri.[47] I’tiqad ini kontradiktif dengan ajaran Islam ala Ahlussunnah Wal Jama’ah. I’tiqad Salafi Wahabi, Syiah dan HTI bertentangan dengan  Khittah Nahdliyyah baik di bidang aqidah maupun konsep bernegara. Salafi Wahabi dan HTI memiliki kesamaan persepsi yakni menghendaki Negara Indonesia sebagai Negara Islam (Darul Islam), Khilafah Islamiy-yah, karena menurut anggapan mereka bahwa hanya dengan khilafah Islamiyyah persoalan yang dihadapi Indonesia seperti korupsi, keadilan dan seterusnya bisa ditegak. Sementara Khittah Nahdliyyah dan Kaum Nahdliyyin justru berbalik bahwa Negara Indonesia bisa menjadi Negara merdeka, dan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, adalah bisa dicapai hanya dengan menerapkan sistem Negara “Darus Salam” bukan dengan “Darul Islam”. 
Sistem Negara “Darus Salam” yang dimaksud adalah sistem Negara yang mensejahterakan rakyat Indonesia dengan cara mengaplikasikan nilai-nilai agama Islam, seperti yang terkandung dalam pancasila, dari nomor satu sampai lima tidak ada yang bertentangan dengan ajaran Islan justru sebaliknya sangat islami dan berdasar pada al-qur’an dan sunnah Rasulullah (ketika rasulullah memimpin sebagai khalifah). Negara “Darus Salam’ telah dirumuskan oleh NU bahwa umat Islam supaya berlaku toleran dan meninggalkan apapun bentuk kekerasan, ekstrem, terorisme, bersikap moderat, ukhuwah, tawassuth, tawazun, dan amar ma’ruf nahi mungkar.
Mengenahi konsep “Darus Salam”, para ulama NU berdasar pada kitab kuning karya Imam al-Mawardi “Ahkam As Sulthaniyyah” dan merujuk pada Piagam Madinah serta tidak ada Nas al-Qur’an maupun al-Hadis yang menjelaskan Negara Islam (Darul Islam). Itu artinya bahwa pancasila dan UUD 1945 sah menjadi dasar Negara Indonesia, tidak perlu digugat dan dikafirkan. Para Ulama NU membela pancasila dan mendirikan Negara “Darus Salam” dengan cara mengeluarkan fatwa resolusi Jihad pada Tanggal 22 Oktober 1945 bahwa membela tanah air, bangsa Indonesia sama dengan membela agama.
        
Pemahaman Kaum Nahdliyyin terhadap Isi Khittah Nahdiyyah dan hubungannya terhadap aqidah ahlussunnah, dan keutuhan NKRI di Lingkungan Kabupaten Jember
Khittah Nahdliyyah salah satu bagian yang dibanggakan oleh Kaum Nahdliyyin dari sekian banyak prestasi yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama. Khittah Nadliyyah mengatur cara beragama dan bernegara yang baik, termasuk di bidang akhlaq, aqidah, fiqih dan cara mempertahankan Negara Indonesia. Akhlaq yang dikembang-kan dalam khittah adalah mengikuti konsep akhlaq imam Ghazali dan imam Junaid al-Baghdadi. Dua imam besar ini mengajarkan akhlaq hidup dengan kesederhanaan, menghindar dari kemewahan dunia. Hal demikian sesuai dengan bahasan akhlaq yang dikenhen-daki oleh khittah.
Pengajian LPAI menguraikan akhlaq kesederhanaan tersebut yang dijelaskan oleh KH Ahmad Sadid Jauhari menjelaskan tentang akhlaq Rasulullah yang harus diteladani oleh Kaum Nahdliyyin diantaranya “sikap kesederhanaan “faqir” Rasulullah dan para sahabatnya. Beliau menerangkan keserderhanaan hidup “Ashabul Kuffah” sampai mereka ada yang terjatuh di dalam shalat berjama’ah, jama’ah yang lain ada yang menilai “oh itu orang gila”. Ashabul Kuffah orang yang taat pada perintah Rasul, “dilarang untuk meminta-minta” kemudian ashabul kuffah mendapat jaminan karena ada bab memuliakan tamu, sebelum dijamu oleh Abu Bakar, ditengah jalan menuju rumah Abu Bakar, mereka terjatuh karena kelaparan. Hidup dengan sederhana, rasa  lapar bagian dari pada iman.[48] Peserta pengjian LPAI (kaum nahdliyyin) dapat meneladani tentang kehidupan Rasul dan para sahabatnya. Walaupun hidup sederhana ini dianggap tidak popular, tetapi orang yang mengang-gap penting mencontoh hidup sederhana (faqr) adalah orang yang beriman yang kuat, sebagaimana Kyai Abdul hamid mengutip syarah Ratibul Haddad “iman ada 4 tingkatan” pertama imannya Ashabul Yamin yaitu keimanan orang biasa dan apabila ada gangguan (godaan) mereka agak terganggu atau berubah keimanan-nya. Kedua, Iman Muqarrabin, yaitu imannya orang-orang yang dekat pada Allah, mereka mampu mengimani yang ghaib benar-benar ada. Ketiga, imannya shiddiqin, syuhada’ shalihin. dan keempat imannya para Nabi (nabiyyin) mereka selamat dalam hidupnya apabila sampai pada tingkatan ini karena mereka mantap dengan kenabian, bagaimana faqir Nabi dan seterusnya.[49]              
Di Jember sudah ada indikasi Amalillah[50] suatu Yayasan yang ada di Jombang merekrut Janda-Janda sebagai anggota, tiap bulan mengadakan pengajian dengan membayar semacam tabungan, di Jember sudah 25 orang menjadi anggota, Thamrin menuturkan “jauh-jauh ke Jombang kok berani”, padahal bukan pondok, bukan kyai tapi rumah biasa. Menurut Thamrin yang penting mulai keluarga sendiri mewaspadai karena kemaksiatan dan serangan semakin melebar, seperti Kurir Bandar Narkoba anak muda menjadi sasaran, mengapa anak muda? Karena anak muda tidak bisa dihukum berada di bawa umur.[51] Kapolsek Kaliwates diminta menanggapi oleh LPAI, beliau menjawab membenarkan bahwa miras dan narkoba sasarannya anak usia dibawah 16 Tahun, pertama usaha kurir narkoba dalam mempengaruhi anak muda terlebih dahulu dicandukan dengan minuman keras (miras) baru katika anak kecanduan pada miras, kemudian ditawarkan narkoba. Karena itu menurut Kapolsek perlu pendekatan individu atau pribadi untuk mencegahnya.[52] Motif ini dilakukan pihak luar Islam berusaha untuk merusak generasi muslim dan citra muslim itu sendiri. Itu dipandang lebih efektif untuk menghacurkan umat Islam dari dalam. Umat Islam Indonesia tidak bisa diserang secara fisik atau dihentikan dakwahnya, justru semakin kuat persatuannya, sebagaimana persatuan umat Islam pasca kemerdekaan, sulit untuk dikalahkan dengan senjata dan teknologi modern, tetapi senjata ampuh yang dapat melumpuhkan umat Islam, bisa dijajah lewat cara yang halus, seperti budaya, tradisi, pendidikan dan seterusnya.   
Khittah Nahdliyyah ramai dibicarakan apabila ada momen penting, memasuki babak pemilu, politik, persoalan takfir, teroris, isu-isu keagamaan, Khittah Nahdliyyah menjadi rujukan dan bahan pembahasan ramai apabila terjadi konflik agama, social, budaya. Tetapi ketika suasana damai dari persoalan tersebut, maka Khittah Nahdliyyah sepi dari pembicaraan dan kajian yang mendalam pada isi yang terkandung dalam khittah tersebut. Hal itu telah dibenarkan oleh KH Abdul Muchith Muzadi “sebab orang NU sendiri tidak mempelajari Khittah NU dengan serius, cenderung merasa sudah mengerti, padahal belum pernah membacanya dengan baik dan lengkap.. sebagian besar hanya dengar-dengar saja, tidak membaca-nya apalagi mempelajarinya dengan seksama.. menyebabkan orang NU salah paham tentang Khittah, karena mereka tahunya Khittah NU “hanya” mengatur hubungan NU dengan politik praktis dan partai-partai… Khittah NU mengatur NU seluruhnya mencakup karakter dasar tawassuth, I’tidal, tawazun, amar makruf nahi mungkar, dasar-dasar pemahaman al-Qur’an dan al-Hadis dengan pendekatan bermadzhab, dasar-dasar akhlaq NU, sikap kemasyara-katan, kebangsaan dan kenegaraan NU, sikap terhadap ulama dan keulamaan.[53]    
Pengajian LPAI menjelaskan bahwa “keanekaragaman yang ada di Kabupaten Jember (keragaman agama, suku, ras maupun tradisi) tidak bisa dihindari, sudah menjadi sunnatullah. Keanekaragama tersebut perlu dipelihara dengan baik, supaya masyarakat dapat hidup damai berdampi-ngan dengan berbeda-beda, tidak terjadi interaktif negative ditengah-tengah plural, telah diakui secara faktual bahwa ketegangan-ketegangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat pluralis itu, adakalanya sebab faktor perbedaan agama, dirasakan paling kuat pengarugnya disbanding-kan faktor kultur, ekonomi, sosial dalam kelangsungan hidup berbangsa di Jember”. Atas dasar itu, kaum Nahdliyyin perlu mengkaji secar menda-lam tentang Khittah Nahdliyyah terkait dengan persoalan pluralisme dan kebebasan beragama, supaya tidak memiliki tafsiran yang keliru dan  menyimpang dari rumusan para ulama.
KH Muhammad Firjaun Barlaman menanggapi persoalan tradisi Jengge[54] yang dilakukan oleh masyarakat Suco Sumbersari, banyak ulama LPAI dan Kyai Langgar, Pesantren melarang tradisi tersebut karena meyerupai sesembahan atau ritual Budha, menyembah jin dll, tetapi Anak bungsu KH Achmad Shidiq (tokoh penggagas Khittah Nahdliyyah) dengan berfikir tenang, luas, sabar bertindak, menjawab problem Jengge ini bahwa masyarakat maupun ulama perlu hati-hati menyelesaikan persengketaan jengge ini, perlu berfikir rasional, juga berfikir bagaimana wali songo memasukkan nilai-nilai ke islaman ke dalam budaya hindu, budha, yang demikian bagian varian dakwa yang harus dilakukan oleh ulama Indonesia dan berfikir ke Indonesiaan.[55]
Banyak kyai (ulama) memutuskan problematika umat diselesaikan dengan ilmu hukum dan hukum fiqh, padahal ilmu hukum dan hukum fiqh itu sendiri belum tentu bisa menyelesaikan dengan baik, akan tetapi perlu menggunakan dimensi hukum lain seperti dimensi tasawuf, dimensi budaya, dimensi kearifan lokal, itu jauh lebih baik diterapkan pada masyarakat majemuk (kebhinne-kaan), dan pada masyarakat yang belum fashih mengenal Islam. Pertama, dimensi tasawuf, masyarakat diajak meneyelesaikan persoalan umat (masyarakat) lewat proses spiritual, rasa dan moral. Cara tasawuf ini mampu mengayomi masyarakat dari berbagai masalah bahkan bisa mempererat hubungan sesama manusia.
Kedua, dimensi budaya, masyarakat diajak berpedoman pada adat istiadat dan berbudaya dengan baik dan mengkonstruksi kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan karakter dan watak pada suatu masyarakat setempat. Ketiga, dimensi kearifan lokal, masyarakat memiliki kesepekatan-kesepekatan, norma-norma, kesusilaan yang berlaku pada masyarakat adat setempat. Norma-norma tersebut “tidak tertulis” hanya berdasar pada kesepakatan bersama, tetapi ketika ada yang memperten-tangkan, maka masyarakat secara otomatis tidak bersahabat dengan mereka bahkan masyarakat akan memberlakukan mereka secara tidak baik.
Kaum Nahdliyyin di Jember memahami kelompok-kelompok radikal sesat yang berkembang mengelompokkan Negara sebagai wilayah teologis yang takterpisahkan dengan institusional Indone-sia’ kelompok radikal berasumsi bahwa ketidakadilan, krisis multidimesional, disebab-kan hukum syariat Islam tidak ditegakkan seperti “qisas potong tangan bagi koruptor, rajam bagi pelaku zina, hukum mati bagi pembunuhan”. Pertanyaannya siapa yang bisa menjamin bahwa Negara apabila menerapkan hukuman mati, potong tangan, rajam, Negara bisa menjadi aman, tidak ada pembunuhan, tidak ada penzinahan di Indonesia?
Para ulama perumus “Khittah Nahdliyyah” berpendapat bahwa kedamaian, keadilan, bebas dari pembunuhan, penzinahan serta kemaksiatan yang lain tumbuh karena beberapa faktor yaitu manusia itu sendiri, aturan dan wawasan teologis-hukum yang diterapkan. Pertama, faktor manusia itu sendiri, bahwa manusia harus memahami ajaran Islam secara benar, jika manusia (kaum Nahdliyyin) memahaminya dengan benar maka tidak ada yang berani melanggarnya. Kedua, semua aturan/pancasila itu baik, yang membuat tidak baik adalah pemerintah atau oknum yang menegak-kan hukum tidak konsisten.
Ketiga, memahami teologis-hukum Islam secara benar dan dilaksana-kannya dengan baik. Jika konsep fiqh diterapkan dalam suatu Negara dengan benar, maka masyarakat akan merasakan kedemaian dan keadilan. Sebaliknya masyarakat akan kehilangan haknya akibat penerapan fiqh yang tidak benar dalam Negara. Sebagaimana yang dialami masyarakat pada Bani Abbasiyah, penyiksaan aqidah, cacat demokrasi dan sebagainya. Bani Abbasiyah paham Mu’tazilah menjadi madzhab dan dasar negaranya, sehingga ulama sunni menjadi sasaran penyiksaan para penguasa, seperti Imam Hanafi wafat diracun penguasa Bani Abbasiyah, imam Hambali dipenjara sebab menolak doktrin Mu’tazilah “al-Qur’an itu makhluq. Begitu juga Saudi Arabiyah, paham Wahabi menjadi dasar negaranya. berbeda dengan Indonesia, Ulama Nahdliyyin tidak menjadikan NU sebagai dasar Negara Indonesia. Padahal memung-kinkan Indonesia di-NU-kan sebab mayoritas muslim dan kaum Nahdliyyin. Merupakan kemajuan ulama Nahdliyyin dalam memahami “fiqh-negara“ ditempatkan pada tempat yang benar.
Termasuk bagaimana ilmu fiqh memoertahankan keutuhan NKRI bahwa kaum Nahdliyyin (LPAI, BM, kelompok pengajian masyarakat) sependapat bahwa kaum nahdliyyin harus konsisten bahkan bila perlu harus fanatic pada NKRI (haram selain NKRI) ini sebagai upaya untuk mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan NKRI, sebagaimana ilmu fiqh yang diputuskan oleh  K.H. Hasyim Asy’ari dengan fatwa sebagai berikut :
a.    Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus wajib dipertahankan,
b.    Republik Indonesia, sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah, harus dijaga dan ditolong;
c.    Musuh Republik Indonesia yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan Sekutu (Inggris) pasti akan menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia,
d.   Umat Islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan Belanda dan Sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali,
e.    Kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer, sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu secara material terhadap mereka yang berjuang.
Fatwa ini sampai sekarang tumbuh subur dikalangan kaum Nahdliyyin jiwa jihadnya untuk menjaga keutuhan NKRI dari jajahan bangsa lain. Perkumpulan ulama di Surabya juga membica-rakan fiqih Negara tentang “kemerdekaan Indonesia harus diperta-hankan dan Republik Indonesia dalah satu-satunya pemerintahan yang sah yang harus dilindungi meskipun dengan mengorbankan harta dan nyawa. Kemudian KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fiqih jihad dengan untuk menggugah semanagat juan kaum Nahdliyyin, popular disebut Resolusi Jihad.  

Konsep Khittah Nahdiyyah dalam mempertahankan Indonesia sebagai negara Hukum yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 di Lingkingun Kabupaten Jember dan pandangan Kaum Nahdliyyin kepadanya
Nahdlatul Ulama adalah perkumpulan atau Jam’iyyah Diniyyah Islamiyyah Ijtima’iyyah (Organisasi Sosial Keagamaan Islam) untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat dan martabat manusia. Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkea-dilan demi kemaslahatan, kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta.[56] Yang dimaksud “berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah” bukan Negara Islam (Darul Islam) tetapi Negara yang diatur dengan sistem apa saja, akan tetapi berdasar atau diberlakukan dengan menggunakan nilai-nilai Islam berpaham Ahlussunnah Wal Jama’ah. Dalam Khittah Nahdliyyah telah ditegaskan dengan jelas tentang konsep bernegara Indonesia yaitu menjunjung tinggi pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar Negara Indonesia.
Konsep ini yang dikembangkan oleh Kaum Nahdliyyin bahwa wajib setiap warga Negara Indonesia hormat dan taat pada pemimpin yang sah selama pemimpin itu tidak berbuat dlalim dan kemungkaran. Wajib pula memerangi kelompok-kelompok teterte-ntu yang berusaha menistakan agama, mengkotomi dan mengancam keutuhan NKRI. LPAI Jember mengkaji tentang apakah ada dalil dan contoh Rasulullah mendirikan Negara Islam? Bagaimana hukum merubah dasar hukum Negara Indonesia? Kyai LPAI dengan tegas menjawab bahwa tidak ada dalil al-qur’an maupun perintah Rasul tentang pembetukan Negara Islam. Negara Islam dan khilafah adalah system ijtihadiyyah. Hukum merubah dasar Negara Indone-sia tidak boleh karena menimbulkan mafsadah (perpecahan umat[57]), boleh karena hukum itu hasil ijtihad pada ulama terdahulu. Khittah mempertahankan pancasila harga mati sebagai dasar hukum NKRI. 
Menurut Anshor Jember Kesesatan yang paling krusial bahkan mengancam akidah maupun stabilitas NKRI adalah kesesatan dalam menafsirkan al-Qur’an seperti yang dilakukan aliran NII dan kawan-kawannya saat menjelaskan ayat tentang Musa yang diperintahkan untuk menyembelih baqaratun shafraaun (sapi emas). Ayat ini  ditafsirkan NII dan kawan-kawannya menjadi burung garuda (lambang negara Indonesia). Selain itu, menafsirkan ayat inna dinna indallahi Islamditafsirkan sesungguhnya negara yang diterima di sisi Allah hanyalah negara Islam. Kesesatan yang bisa mengancam akidah umat Islam yaitu ajaran yang disebarkan aliran Syiah yang menuhankan Ali dan bahkan shalatnya berbeda dengan Rasulullah. Jadi, masalah Syiah selain akidah yang sesat dan menyesatkan, dari segi politik sangat mengancam stabilitas keutuhan NKRI. Sebab, ketika mereka sudah memili-ki power yang kuat, mereka akan melakukan pemberontakan.[58]
Ketua PCNU, Abdullah Syamsul Arifin mengataka, Nahdlatul Ulama berkomitmen mengawal dan menjaga Republik Indonesia dan siap menghadapi siapapun yang akan mengotak-atik NKRI. "Beberapa langkah akan diambil PCNU Jember diantaranya “mempertegas dan mendorong pemerintah pusat Kemenkumham dan Kemendagri untuk membubarkan ormas-ormas penentang NKRI dan Pancasila, Pemprov, Kabupaten Jember kami harap membuka forum untuk menutup kegiatan ormas penentang Pancasila dan merongrong NKRI,"[59]bahkan mereka akan membantai kaum Nahdliyyin dan kaum yang berbeda aqidah dengan Syiah sebagaimana pembantaian umat Islam – Sunniyyin yang ada di Iraq, Iran dan sekitarnya. 
KH. Muhyiddin Abdusshomad, menjelaskan bahwa “musuh” kita (Nahdliyyin) sekarang dan kedepan sangat berat karena mereka dari kalangan umat yang mengaku beragama Islam, diantara mereka ada yang menghalalkan sebagian umat Islam untuk dibunuh. Beliau sendiri menjadi sasaran caci maki mereka lewat radio dan TV mereka bahkan mereka menghalalkan darah Kyai Muhyiddin untuk dibunuh karena beliau memperjuangkan aswaja lewat tulisa “Fiqh Tradisional dll”. sebab tidak sepaham i’tiqad, fiqh dengan i’tiqad, fiqh mereka. Kelompok Salafi-Wahabi mengaku gerakan anti bid’ah, mengklaim syirik pada umat Islam yang lain paham. Kelompok Hizbut Tahrir meluncurkan Khilafah Islamiyah, merongrong NKRI melalui penolakan pada Pancasila dan UUD 1945 serta penolakan pada keimanan terhadap siksa qubur. sedangkan syiah menganggap umat Islam selain mereka adalah kafir, anak zina, halal darahnya, serta memiliki konsep taqiyah untuk mengalabui semua umat Islam. Dengan konsep taqiyah tersebut kelompok syiah berbuat baik dengan Kyai Muhyiddin (salaman, tawadlu), mengaku saudara, mengaku seiman dan seterusnya tapi dibelakng mereka (syiah) menghina, mengkafirkan, mengabak zinakan dll.[60]
Berikut kutipan lebih jelas terkait kelompok-kelompok yang bermusuhan dengan kaum nahdliyyin pembela ahlussunnah wal jama’ah, sebagai berikut:
Kelompok wahabi Mengklaim mengikuti al-Qur’an dan al-Sunnah dan berijtihad sendiri, Tidak peduli dengan pihak lain yang berbeda, Tidak mau membandingkan pendapatnya dengan penda-pat orang lain. Mewajib-kan orang lain untuk mengikuti pendapat-nya, Orang yang menentangnya adalah kafir.[61] Kesyirikan orang Jahiliah lebih ringan dari pada kesyirikan umat Islam pada masanya. Kaum Muslimin menurutnya bertawassul dengan orang-orang yang dikenal jahat, pezina, pencuri, tidak shalat dan lain-lain.[62]
Mengikuti madzhab empat itu syirik.[63] Wahabi membatalkan madzhab empat “Ilmu fiqih adalah kesyirikan, Orang yang mengi-kuti para mujtahid berarti mempertuhankan mereka, Kitab-kitab fiqih harus ditinggalkan, Para ulama yang menulis kitab-kitab fiqih itu adalah syetan-syetan yang berbentuk manusia dan jin yang menjadi musuh para nabi.[64] Kaum sufi adalah golongan yang paling sesat, Beberapa ulama sufi seperti Ibn ‘Arabi dan Ibnul Faridh lebih kafir daripada orang Yahudi dan Nashrani, Orang yang tidak mengikuti dirinya dan tidak melepaskan diri dari tasawuf berarti kafir.[65]
Sedangkan kelompok Hizbut Tahril dengan ideologi Khilafah Islamiyah, takwil ayat-ayat mutasyabihat, Menuduh Kaum Muslimin Mengadopsi Konsep Qadha’ dan Qadar pada Filosof Yunani, Bukan dari al-Qur’an dan Hadits, Perbuatan Manusia Tidak Ada Hubungannya Dengan Qadha’ dan Qadar Allah, Konsep ‘Ishmah Para Nabi setelah diangkat menjadi Nabi, Boleh Berciuman dengan Wanita Ajnabiyah, pengingkaran siksa kubur, Qadar menurut Taqiuddin adalah ilmu Allah itu sendiri.[66]
Kesesatan syiah terletak pada semua diminsi penting dalam ajaran Islam, seperti rukun iman, rukun islam, al-qur’an, as-Sunnah, mengkafir-kan khalifah Rasyidin kecuali Ali, melecehkan Aisyah, menganggap najis dan anak zina serta kafir kepada umat Islam di luar pengikut syiah.[67] Disamping itu, syiah mempersoalkan imamah, bahkan dari ekstremnya, imamah menjadi rukun iman mereka. Kehadiran HTI melukai NU yang sejak Muktamar Situbondo pada masa Orde Baru sudah mendamaikan ketegangan pemahaman antara Pancasila dengan Islam. "Bagaimana (ulama NU) Kyai Achmad Siddiq yang menerima Pancasila langsung dikafir-kafirkan. Namun begitu Kyai Achmad memberi pemahaman, akhirnya diterima semua pihak dan NU bisa menerima asas tunggal di Indonesia.[68] Miftahul Ulum sebagai Dewan Pimpinan Cabang Partai Kebangkitan Bangsa Jember mendesak Pengurus Cabang NU Jember agar menyurati Bupati Faida, terkait keberadaan Hizbut Tahrir Indonesia di kota ini (Jember).
Kepala Kepolisian Resor Jember Ajun Komisaris Besar Sabilul Alif menjelaskan bahwa “komitmen kepolisian untuk mengamankan Jember dari konflik sosial bermotif apapun. "Bagaimanapun keama-nan adalah hal yang paling utama. Kalau sudah damai, Ibu mau menari-nari membangun Jember ini lancar. Tapi kalau disibukkan hari ini ada kejadian kayak Puger, habis anggaran pemda," katanya, mengingatkan konflik sosial di Kecamatan Puger beberapa tahun lalu. Menurut Sabilul, sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013[69], sebenarnya pemerintah daerah berhak menjatuhkan sanksi administrasi sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya terhadap organisasi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah daerah juga bisa menghentikan sementara kegiatan. "Ini yang saya lakukan kemarin, ini sebenarnya langkah diskresi yang bisa didiskusikan dengan Forkopimda bagaimana kelanjutannya, sehingga saya untuk mengambil langkah tidak merasa sendiri," katanya, soal penghentian kegiatan HTI di restoran New Sari Utama, pada Senin (2/5/2016 kemarin.[70]
Menurut DANDIM Jember “konsep perkembangan Indonesia harus dievaluasi mulai dari orde lama, baru dan orde reformasi, ada tantangan bagi pemerintah atau kehidupan. Kalau pemerintah tidak konsekwen, maka boleh terjadi apa yang dikuatirkan oleh masyarakat yaitu “disintegrasi masa” Indonesia terdiri dari beberapa pulau, maka akan merdeka, eksploitasi SDA, dikuasai asing, polisi perlu memperketat pengawasannya. Peran penting ilmu pengeta-huan/ ipteks, disitu ada kerawanan, radikalisme, perang ideologi, pengaruh asing menguasai, maka NKRI akan hancur.[71]
Syiah dibidang Negara mengembangkan teori imamah bahkan menjadi rukun Islamnya. Teori ini berbeda secara mendasar dengan konsep Sunni-konsep NU sebagai organisasi masyarakat bahkan oleh ormas umat Islam pada umumnya. Syiah dengan teori taqiyyahnya menggalang suara dengan slogan NKRI bahkan aqidah aswaja diakui sebagai aqidahnya, Kaum Nahdliyyin saudaranya, tetapi dibelakang mereka menganggap umat Islam atau Nahdliyyin adalah kafir dan anak zina; halal darahnya. Fakta membuktikan bahwa syiah di negeri Iran, Kaum muslimin sunni ditindas, dilecehkan dan dibantai mulai yang belita sampai yang tua, Di Negara Iraq kaum syiah; besar-besaran menghancur-kan kaum muslmin sunniyyin kehilangan segalanya. di Suriah, kaum Sunniyyin merasakan penderitaan yang mendalam akibat kebiada-ban kelompok syiah berkuasa merongrong keutuhan kaum muslimin sunniyin. Karena itu, perlu gerakan untuk memblokade gerakan syiah tersebut agar tidak menyebar secara luas dan besar karena jika mereka kuat dan ada kesempatan, maka mereka akan menguasai indonesia.
Bagaimana pandangan Kaum Nahdliyyin (LPAI, BM, kelompok pengajian masyarakat) tentang pembentukan suatu Negara? Kaum Nahdliyyin dalam hal mendirikan sebuah negara adalah bermadzhab/mengikuti pendapat para ulama dan khusus-nya mengikuti hasil rumusan dan keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU tahun 1997 yang diselenggarakan di Lombok, menetapkan bahwa membangun negara/imamah adalah wajib syar’i. Kaum Nahdliyyin (LPAI, BM, kelompok pengajian masyara-kat) memiliki pandangan bahwa pemerinta-han dalam suatu negara merupakan sunnatullah yang mesti terwujud secara syar’i maupun aqli untuk menjaga kedaulatan bangsa dan negara, mengatur tata kehidupan, melindungi hak-hak setiap warga negaranya dan mewujudkan kemaslahatan bersama.
Pembentukan negara, menurut K.H. M. Hasyim Asy’ari memiliki pandangan bahwa mendirikan negara Islam bukanlah suatu kewajiban bagi umat Islam. Sebagaimana penjelasan beliau sebagai berikut:
Bentuk pemerintahan Islam tidak ditentukan. Ketika yang kita hormati Nabi Muhammad meninggal dunia, beliau tidak meninggalkan pesan apa pun mengenai bagaimana memilih kepala negara...., jadi, pemilihan kepala negara dan banyak lagi mengenai kenegaraan tidak ditentukan dan dapat dilaksanakan tidak terikat untuk mengikuti suatu sistem. Semua(sistem) dapat dilaksanakan pada masyarakat Islam pada setiap tempat.[72]
Pandangan K.H. M. Hasyim Asy’ari tersebut, dapat diketahui bahwa sejak dulu kaum Nahdliyyin menolak tentang pendirian negara Islam di Indonesia. Tampak jelas bahwa NU dan para pemimpinnya menerima bentuk negara Indonesia yang pluralistik serta memutuskan bahwa negara Islam tidak diperlukan bagi bangsa Indonesia, yang diperlukan adalah Negara yang mampu member-kan ketenangan, keharmonisan, kedaiaman dalam hidup bernegara. Artinya Negara dalam bentuk apa saja boleh asalkan nilai-nilai kemanusiaan dan menjunjung tinggi moral agama diterapkan, seperti pancasila dan UUD 1945.  
Kaum Nahdliyyin memandang Islam dan Negara diinspirasi oleh kitab kuning yang dikajinya yaitu Al-Ahkam as-Sulthoniyah, ditulis oleh imam Mawardi (W.1058), sebuah kitab yang bercerita tentang pemerintahan dan politik. Menurut al-Mawardi bahwa kepemimpinan negara (imamah) merupakan intrumen untuk meneruskan misi kenabian guna memelihara agama dan mengatur dunia. Pemiliharaan agama dan pengaturan dunia merupakan dua jenis aktivitas yang berbeda, namun berhubungan secara simbiotik. Keduannya merupakan dua deminsi kenabian[73]
Kaum Nahdliyyin memahami pendapat tersebut disikapi dengan 5 prinsip  :tauhid (ketuhanan), al-syura (musyawarah), al’adalah (keadilan), al-hurriyah (kebebasan), dan al-masawah (kesetaraan). Kelima tersebut menujukkan bahwa Negara yang dipimpin dalam bentuk kepemimpinan harus mencapai atau mengedepankan ke lima prinsip tersebut. Kelima prinsip tersebut Kaum nahdliyyin memandangnya sangat cocok untuk diterapkan di Negara Indonesia dari pada membentuk Negara Islam, sebab kondisi objektif negara Indonesia yang majemuk/plural. Indonesia negara kepulauan yang diberi nama kepulauan “Nusantara” kurang lebih 13.000 pulau, Indonesia juga berbagai suku bangsa, bahasa, tradisi, seni bahkan multiagama.
Berdasar pada kemajemukan kepulauan dan keberagaman budaya, suku, bahasa, seni dan agama, Kaum Nahdliyyin meman-dang bukanlah Darul Islam, tetapi Darus Salam artinya Negara dibentuk untuk mempersatukan kemajemukan bangsa Indonesia tersebut, dengan tetap berprinsip pada 5 karakter tersebut dan Islam menjadi ruhnya. Islam dan Negara Indonesia memiliki konsep substansi artinya nilai-nilai Islam itu menjadi karakter bangsa Indonesia. secara simbiotik-sinergitas agama dan Negara Indonesia artinya agama memerlukan negara, Negara memerlukan agama. Bahwa agama bisa dengan mudah disebarluaskan dengan terbentuk-nya suatu Negara. Negara bisa maju dan sejahtera apabila menjalankan nilai-nilai agama seperti etika, moral, akhlaq, penegakan hukum, keadilan dan sebagainya. 

Metode Kaum Nahdliyyin dalam memahami aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah dan menginternalisasi Khittah Nahdliyyah kepada Kaum Nahdliyyin
Menurut KH Abdul Hamid dan Muhammad Thamrin, penjelasan pada pengajian LPAI bahwa membentengi keluarga yang paling utama adalah menanamkan nilai-nilai aqidah aswaja pada keluarga sendiri. Perlu improvisasi dibidang kesenian, dibidang halaqah, di bidang seminar. LPAI bisa memfasilitasi untuk menangkal dari kelompok radikal, Amalillah, karena LPAI sebagai usaha untuk mempertahankan nilai-nilai masyarakat, LPAI tidak bisa ditunggangi oleh kepentingan tertentu, LPAI berfikir untuk umat.[74] KH Abdul Hamid Hasbullah menambahkan bahwa dalam rangka melakukan amar makruf nahi mungkar merupakan tujuan LPAI sejak berdirinya, tetapi amar makruf nahi mungkar yang dilakukan LPAI dilakukan dengan cara yang moderat dan melibatkan banyak unsur diantaranya unsur pemerintah; Bupati-Dewan Perwakilan Rakyat-kedinasan dan kepoli-sian, unsur ormas masyarakat, seperti LPAI telah mengusulkan tidak setuju terhadap pelaksanaan JVC, karena banyak modlaratnya kecuali diatur dengan baik, seperti waktu shalat, costum, maksiat yang timbul pada pelaksanaan JVC diperhitungkan, karena itu. konsep yang matang dari LPAI, semua kalangan termasuk pemerintah menerima dengan baik keputusan LPAI karena LPAI tidak meminta-minta, bertujuan menegakkan amar makruf nahi mungkar, termasuk LPAI mengusulkan kepada Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tentang penambahan jam pembelajaran Agama di SD, SMP, SMA.[75]
Penjelasan tersebut memberikan isyarat bahwa pola metode, strategi pengajian dan pembelajaran khittah Nahdliyyah pada masya-rakat boleh dikembangkan dan beragam supaya semakin menarik dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau para jama’ah. Seirama dengan perkembangan peradaban manusia dan teknologi modern pembelajaran dan pengajian pada kelompok-kelompok tentu-nya juga menyesuaikan dengan perkembangan tersebut, supaya dapat/tidak ketinggalan dan ada kesesuaian persepsi, sehingga dapat diterima dan berkembang pula mengikuti-nya.
Kaum Nahdliyyin mengunakan strategi yang cukup bagus pada internalisasi Khittah Nahdliyyah, sebagaimana hasil penelitian bahwa pendidikan dan pesantren al-Azhar diperoleh data tentang kajian keaswajaan dilakukan secara rutin dan lingkup luas disebarkan lewat TV Jember, pesertanya pelajar dan masyarakat Nahdliyyin, bertujuan membentengi aqidah aswaja santri dan masyarakat luas serta menepis paham sesat. Pada lemabaga pendidikan formal yayasan pesantren al-Azhar ditemukan data bahwa ada kurikulum muatan lokal pendidikan aswaja.[76] Begitu juga ditemukan data pada kegiatan keagamaan dimasyarakat bahwa ada pengajian rutin yang dilakukan Nahdliyyin dan Nahdliyyat “dikemas pengajian umum, pengajian yasinan, muslimatan, tahlilan”[77] begitu juga pada pengajian LPAI ditekankan pada aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah sesuai aqidah yang tertulis dalam Khittah Nahdliyyah.
Ikatan Takmir Masjid dan Mushalla pengajian rutinnya dilakukan setiap hari Ahad mengkaji aqidah dan fiqih sesuai dengan Madzhab aqidah dan madzhab fiqh dalam Khittah Nahdliyyah.[78] Kajian aqidah dan kajian fiqih tersebut dikaitkan dengan proble-matika kekinian dan isu-isu aqidah dan fiqih kontemporer sebagai usaha penguatan aqidah dan wawasan fiqh Kaum Nahdliyyin dari rongrongan kelompok Salafi Wahabi, dimana kelompok Salafi Wahabi infiltrasi terus menerus kepada para Jama’ah dan masjid kaum Nahdliyyin.   
Berdasar pada data hasil penelitian tersebut, setidaknya, ada dua strategi yang digunakan Kaum Nahdliyyin dalam menginter-nalisasi Khittah Nahdliyyah yaitu strategi pendidikan keNUan dan strategi kegiatan keagamaan masyarakat basis Nahdliyyin. Pertama Strategi pendidikan keNUan (sekolah formal dan nonformal; pesantren NU) bahwa Khittah Nahdliyyah  diperkenalkan oleh guru di sekolah secara mendasar (tingkat awal) pendidikan keaswajaan di sekolah formal dekenal dengan kurikulum mulok  memiliki tujuan ‘siswa maupun santri dapat memahami NU secara utuh tentang visi misi, pemikiran, pergerakan, perjuangan NU di dalam melaksanakan ajaran Islam dan mengembangkan Negara Indonesia’. Sedangkan di pesantren melakukan tela’ah keaswajaan secara mendalam, disertai dengan praktik keaswajaan, seperti doktrin aqidah aswaja, nilai-nilai kesederhanaan, cinta tanah air, melaksanakan karakter kemasyara-katan[79] dan sebagainya. Pada tingkat organisasi yang dinaungi oleh NU atau kader NU dilakukan dengan bentuk pelatihan, seminar, debat, pramuka, perkemahan siswa, santri bertujuan semangat khittah dan menumbuhkan nasionalisme santri yang kuat.        
Lembaga Bahtsul Masain NU (LBMNU) menggelar Daurah Aswaja Internasional yang ditempatkan di Universitas Islam Jember, kegiatan ini merupakan bagian dari ikhtiyar NU untuk mening-katkan pemahaman aqidah ahlussunnah wal jama’ah dikalangan kaum Nahdliyyin. Hadir sebagai Narasumber Syaikh Dr. Samir Khauli al-Husaini; Guru Besar Universitas Global Bairut, dia menjelaskan agar umat Islam (kaum Nahdliyyin) tidak terpancing emosi pada pengakuan salafi-wahabi sebagai kelompok salafus shalih, menurut beliau “yang dimaksud dengan salafus shalih adalah ulama pendiri madzhab (imam Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali) bukan salafiyah wabiyah, menurut beliau Salafiyah Wahabiyah kelompok dakwa Islamiyah yang tidak memiliki pemahaman luas pada ajaran Islam, mereka hanya mengaku salafus shalih, suka berkata syirik-syirik, bid’ah-bid’ah. Padahal sudah dijelaskan oleh imam Syafi’i bid’ah itu dibagi dua yaitu bid’ah hidayah dan bid’ah dhalalah.[80] Pertemuan ilmiah semacam ini Kaum Nahdliyyin Jember diharapkan dapat menambah kemantapan aqidah aswaja dan mendalami kesesatan aqidah salafisme wahabisme serta i’tiqad kelompok-kelompok radikal lainnya seperti penyuara khilafah islamiyyah.  
Kegiatan keagamaan masyarakat basis Nahdliyyin dilakukang dengan model bahtsul masail, dialog interaktif. sangat efektif pada kajian keaswajaan dan pemahaman pada masalah aqidah dan Pancasila untuk mencegak berkembangnya sikap inheren dari kelompok transna-sional, semakin memperluas sikap dan wawa-san keagamaan agar terhindar dari sikap fanatik buta dan lebih bersikap terbuka bagi kelompok-kelompok yang berbeda.
Jadi metode yang digunakan kaum Nahdliyyian (LPAI) dalam memahami konsep aswaja, konsep negara (khittah nahdliyyah) adalah metode Bahtsul masail, ceramah/pidato, diskusi, mauidlah, hasanah, Hikmah dan Jadal.
1.    Metode Bahtsul Masail
Bahtsul Masail merupakan bahasa arab Baktsu artinya bahasan, kajian. Kata masail bentuk jamak artinya masalah-masalah artinya masalah-masalah. Dengan demikian secara bahasa adalah Bahtsul Masaail dapat diartikan pembahasan masalah–masalah. Secara istilah Bahtsul Masail merupakan aktivitas  pembelajaran atau kajian pada masalah-masalah yang ada, kemudian mencari solusi lewat aplikasi baca kitab kuning yang cocok dengan masalah-masalah yang diangkat sebagai topik kajian yang berpijak pada dasar–dasar hukum Islam yang telah disepekati oleh para ulama (al-qur’an, sunnah, ijma’ qiyas). Teknik operasional metode Bahtsul Masail beranikaragam. Mulai dari tingkat rendah sampai pada tingkat tinggi.
a.    Bahtsul Masail model model pembelajaran siswa dikelas adalah bahtsul masail yang dilakukan dimana seseorang atau peserta pengajian atau suatu forum diminta untuk memberikan jawaban-jawaban yang berdasar kuat atas masalah yang diajukan. 
b.    Bahtsul masail model latihan adalah pembelajaran pada masalah yang ada dan masalah itu sudah ada rumusan atau jawaban dari bahtsul masail tingkat tinggi, disini bertujuan proses belajar memecahkan masalah dan ketangkasan membaca kitab kuning serta belajar bagaimana merumuskan masalah-masalah yang dianggap penting.
c.    Bahtsul masail  rumusan (I’tidlod). Biasanya model pelaksanaan motode BM ini terlebih dahulum seorang kyai atau guru melakukan penampungan aspirasi dan jawaban sebanyak-banyaknya. Setelah  jawaban-jawaban terkumpul, kemudian materi dan rumusan yang lebih tepat oleh pihak para ahli dibidangnya sementara pesertanya hanya diberikan hak menyampaikan masukan-masukan yang dirasa perlu
d.   Bahtsul masail model LDNU atau pesantren adalah membahasa problematika umat yang sesungguhnya dengan cara bebas menonjolkan semangat perdebatan (i’tirodl) dan bertarung argumentatif (saling membantah tapi beretika) dengan dasar  kitab klasik (al-kutub al-Mu’tabaroh (kitab-kitab kuning yang i'tibar). Kemudian pendapat yang paling rasional dan paling kuat pijakannya, maka itulah yang dijadikan putusan dan sebagai bahan rekomdasi untuk diterapkan secara individu maupun kelompok.
Cara keempat ini adalah cara yang sering digunakan oleh LPAI maupun kelompok pengajian rutin kaum Nahdliyyin dalam memahami ajaran Islam ala  aswaja dan mempertahankan pancasila sebagai dasar hukum. 
2.    Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode pembelajaran atau pengajian dengan cara menyajikan materi melalui penuturan secara lisan (verbalistik) atau penjelasan langsung kepada sekelompok atau pembelajar. 
Metode ceramah merupakan metode kuno tetapi sampai saat ini sering digunakan karena disebabkan factor kelebihan pada metode ini yaitu
a.    Metode Ceramah merupakan metode mudah dilakukan dan efesien. Mudah dalam arti bahwa metode ceramah bisa dilakukan dengan mengandalkan suaru guru, kyai, tidak terlalu memerlukan persiapan yang matang. Efesien artinya pembela-jaran atau pengajian tidak memerlukan peralatan-peralatan yang terlalu lengkap. Cukup bermodal ilmu dan suara sudah terlaksana dengan baik.
b.    Metode ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat.
c.    Metode ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.
d.   Melalui ceramah, guru, kyai, ustadz dapat mengontrol keadaan jumlah peserta yang banyak  
Tetapi dari kelebihan tersebut ada juga kekurangannya karena setiap teori atau metode tidak ada yang paling sempurna pasti memiliki sisi kelemahan. Kelemahan pada metode ceramah adalah:
a.    Peserta pengajian atau siswa memiliki pemahaman yang sempit pada materi hanya menguasai ilmu yang disampaikan guru atau ustadz. Jika guru atau ustadz keliru menyampaikan maka jama’ah atau siswa menjadi sesat, jika guru atau ustadz radikal maka murid menjadi radikal. Modah mendoktrin peserta.
b.    Guru, ustadz mengandalkan bahasa verbal dan peserta/siswa mengandalkan kemampuan auditifnya. setiap orang memiliki tingkat pendengaran yang berbeda, kemampuan yang tidak sama.
c.    metode ceramah membosankan. Keadaan seseorang dalam pembela-jaran ceramah terkadang peserta atau siswa sama sekali tidak mengikuti jalannya penjelasan guru karena pikiran siswa melayang kemana-mana ada pula yang mengantuk dll.
d.   Sulit mengukur tingkat keberhasilan peserta
3.  Metode Pidato
Pidato adalah metode pembalajaran atau pengajian atau pembicaraan, atau orasi ilmiah untuk menyampaikan materi penting yang harus dipahami oleh orang banyak (publik). Pidato biasanya dipraktikkan pada pengajian umum untuk menjelaskan konsep Islam mengenahi topik yang ditentukan oleh tim atau lembaga atau yang lainnya dengan tujuan menyampaikan hal-hal yang ingin dipahami oleh publik.
Metode pidato yang baik sangat sulit, membutuhkan latihan terus menerus atau pembiasaan, tidak semua orang bisa berpidato yang baik membuat orang terhipnotis atau kekaguman akan materi yang disampaikan. Pidato yang baik adalah pidato yang disenangi orang dan dapat dengan mudah visinya dimengerti serta memberikan dampak positif bagi khalayak ramai. Teknik berpidato dibutuhkan penampilan gagah, gaya bahasa yang indah, dan ekspresi dan percaya diri yang tinggi, agar orang yang mendengan, melihatnya terkesima dan terpengaruh apa yang telah sampaikan.
4.    Metode diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian materi dimana tutor atau seorang guru memberikan kesempatan kepada para peserta atau murid untuk bertukan fikiran (pro-aktif) untuk mencari berbagai alternatif sebagai pemecahan atas masalah yang sedang dikajinya. Para akhli pendidikan metode diskusi bisa berbentuk The social problem meeting, The open-endet meeting, The educational-diagnosis meeting.
The social problem meeting para peserta atau kelompok membicarakan untuk mencari jawaban atas masalah sosial di kelas atau di lingkungan dengan tujuan peserta atau kelompok ikut mengamati dan berperan dengan dengan peran yang telah ditentukan. The open-endet meeting adalah para peserta berdiskusi mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidu-pan mereka sehari-hari, mendesain kehidupan di sekolah dengan kehidupan yang sesungguhnya di lingku-ngan sekitar mereka tinggal.
The educational-diagnosis meeting adalah para peserta membincang-kan masalah materi atau kasus-kasus yang terjadi dengan maksud untuk memecahkan dan saling mengoreksi diri dan mawas diri agar masing-masing peserta atau anggota memperoleh solusi yang lebih baik.
Langkah-Langkah Diskusi:
a.    Tutor atau guru mengemukakan masalah yang akan didiskusi-kan dan memberikan pengarahan seperlunya menge-nai cara-cara pemecahan-nya. 
b.    Dengan pimpinan tutor atau guru, peserta/siswa membentuk kelompok diskusi, memilih pemimpin diskusi (ketua, sekretaris /pencatat, pelapor dan sebagainya (bila perlu), mengatur tempat duduk, ruangan sarana dan sebagainya. 
c.    Para peserta atau siswa berdiskusi di kelompoknya masing-masing sedangkan guru berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lain untuk menjaga serta memberi dorongan dan bantuan sepenuhnya agar setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif supaya diskusi bejalan dengan lancar. 
d.   Kemudian tiap kelompok diskusi melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil diskusi yang dilaporkan ditanggapi oleh semua peserta atau siswa (terutama bagi kelompok lain). Tutor atau guru memberi ulasan dan menjelaskan tahap-tahap laporan-laporan tersebut. 
e.    Para peserta atau siswa mencatat hasil diskusi tersebut, dan para tutor/guru mengumpulkan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok
5.    Metode Muizhah al-hasanah
Metode Muizhah al-hasanah adalah perkataan yang bersahabat, lunak, baik, nasihat. Jadi Mauizah al-hasanah atau metode nasihat dengan cara yang baik, artinya mamberi-kan nasihat kepada peserta atau murid dengan cara yang bijak, baik, santun, etika, menyentuh hati, rasional, lemah lembut, menghindari sikap arogan, dan tidak menyalahkan terus menerus, tidak menyinggung, tidak menyakti, tidak menyebut kesalahan di muka umum, dilakukan secara sabar dan penuh dengan penghara-pan. Tafsir al-Maraghi, menafsirkan metode al-mauizhah al-hasanah sebagai berikut:
a.    Pelajaran dan nasihat yang baik, berpaling dari hal perbuatan jelek melalui tarhib dan targhib (dorongan dan motivasi); penjelasan, keterangan, gaya bahasa, peringatan, petutur, teladan, pengarahan dan pencegahan dengan cara halus.
b.    Bi al-mauizhah al-hasanah adalah melalui pelajaran, keterangan, petutur, peringatan, pengarahan dengan gaya bahasa yang mengesankan atau menyantuh dan terpatri dalam nurani.
c.    Dengan bahasa dan makna symbol, alamat, tanda, janji, penuntun, petunjuk, dan dalil-dalil yang memuaskan melalui al-qaul al-rafoq (ucapan lembut dengan penuh kasih sayang);
d.   Dengan kelembutan hati menyentuh jiwa dan memperbaiki peningkatan amal;
e.    Melalui suatu nasihat, bimbingan dan arahan untuk kemaslahatan. Dilakukan dengan baik dan penuh tanggung jawab, akrab, komunikatif, mudah dicerna dan terkesan dihati sanubari mad’u;
f.     Suatu ungkapan dengan penuh kasih sayang yang dapat terpatri dalam kalbu, penuh kelembutan sehingga terkesan dalam jiwa, tidak melalui cara pelanggaran dan pencegahan., mengejek, melecehkan, menyudutkan atau menyalahkan, dapat meluluhkan hati yang keras, menjinakkan kalbu yang liar;
g.    Dengan tutur kata yang lemah lembut, pelan-pelan, bertahap, dan sikap kasih sayang dalam konteks dakwah, dapat membuat seseorang merasa dihargai rasa kemanusiaannya sehingga dapat merespon positif dari mad’u.[81]
6.    Metode Hikmah
Kata Hikmah diartikan bijaksana, moral, budi, etika, akhlaq yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan mengambil pelajaran yang paling berharga dari sebuah pekerjaan arau aktifitas. Metode hikmah yang dipakai oleh LPAI adalah sebuah metode yang mengedepankan moral, hati dalam menjelaskan ajaran-ajaran Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif, sejuk dan penuh motivasi.
7.    Metode Jadal
Metode Jadal adalah metode debat dimana ketika seseorang meragukan tentang kehujjahan sebuah hukum maka debatlah mereka dangan ayat-ayat Allah. Salah satu ayat al-qur’an yang menantang orang-orang yang meragukan al-qur’an bahwa alqur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan sebagai petunjuk semua manusia.
وان كنتم فى ريب من ما نزلنا على عبدنا فأتوا بسورة
Artinya: Jika kalian meragukan apa yang Allah turunkan kepada Muhammad maka buatlah al-Qur’an tandingan walaupun hanya satu ayat (satu surat)
Metode Jadal menurut Manna Khalil al-Qattan adalah bertukar-pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan, mengingat kedua belah pihak yang berdebat itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang dipeganginya.[82] dalam Al-Quran tidak memakai cara yang telah dipertahankan oleh para ahli kalam yang menggunakan metode jadal yang memerlukan adanya muqaddimah (premis) dan natijah (konklusi). Misalnya, cara ber-istidlal (inferensi) dengan sesuatu yang sifatnya kully (Universal) terhadap juz’iy (parsial) dalam qiyas syumul, atau mengambil dalil dengan salah satu juz'iy terhadap yang lain dalam qiyas tamtsil dan atau ber-istidlal dengan juz’iy terhadap kully dalam qiyas istiqra'.[83] Kemudian Manna'Khalil al-Qattan memberikan 3 alasan tentang metode Jadal ini sebagai berikut: (a) al-Quran turun dalam bahasa Arab yang mengajak mereka dengan bahasa yang mereka pahami, (b) Bersandar pada fitrah jiwa, yang meyakini pada apa yang disaksikan dan dirasakan, tanpa perlu penggunaan pemikiran menda-lam dalam ber-istidlal lebih kuat pengaruhnya dan lebih efektif hujjah-nya, (c) Meninggalkan pembicaraan yang jelas, dan memperguna-kan tutur kata yang sukar dan pelik, adalah merupakan kerancuan dan teka-teki yang hanya dapat dimengerti oleh kalangan ahli (khas). Cara ini sering dipakai oleh para ahli mantiq (logika), walaupun ini tidak sepenuhnya benar. Dalil-dalil tentang tauhid serta kehidupan diakhirat yang terungkap dalam al-Quran adalah sesuatu tertentu yang dapat memberikan makna yang ditunjukkan secara langsung tanpa memasuk-kannya kedalam qadliyah kulliyah (universal proposition).[84]
Az-Zarkasyi menyatakan sehubungan perbedaan dalam metode Jadal; "Ketahuilah bahwa Quran telah mencakup segala macam dalil dan bukti. Tidak ada satu dalil pun defenisi mengenai sesuatu berupa persepsi akal juga dalil naqiI yang menyeluruh kecuali telah di muat dalam kitabullah. Akan tetapi dikemukakan dengan menurut adab dan kebiasaan bangsa Arab. Dan tidak seperti yang diuraikan oleh para ahli Ilmu Kalam." Hal ini disebabkan oleh dua alasan; Pertama, mengingat firman Allah dalam surah Ibrahim (14:4)"Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, Kedua, bahwa orang yang cenderung menggunakan argumentasi yang sukar dan pelik itu sebenarnya ia tidak sanggup menegakkan hujjah dengan kalam agung. Sebab, orang yang mampu memberikan pengertian (persepsi) tentang sesuatu dengan cara yang lebih jelas yang bisa dipahami sebagian besar orang. Oleh karena itu, Allah memaparkan seruan-Nya dalam bentuk argumentasi paling agung yang meliputi juga bentuk paling pelik, agar orang awam dapat memahami hujjah yang jelas dalam al-Quran, begitu juga sisi sulitnya dapat dipahami oleh pemahaman para sastrawan.[85]
Khittah Nahdiyyah dan Nahdlatul Ulama menjadikan Generasi muda Kaum Nahdliyyin memiliki sikap Nasionalisme
Kaum Nahdliyyin (“GP Anshor, pemuda NU, Mahasiswa NU, PMII NU, muslimin, muslimat/masyarakat Nahdliyyin) dilarang melakukan tindakan anarkhis, merugikan pihak lain, demonstrasi tidak bermartabat. Tetapi berfikirlah, bersikaplah dan beramaliahlah serta berikhtiarlah dengan cara yang makruf, santun, manusiawi dan bermartabat, hormatilah perjuangan para ulama NU dahulu yang berjuang untuk menggapai Indonesia sejahtera, Indonesia besar, Indonesia maju, Indonesia merdeka.
Nahdliyyin pro aktif mengikuti persoalan-persoalan yang umat yang ada di Indonesia juga internasional, termasuk marak-nya persoalan pengakuan Nabi palsu, penistaan agama dan sebagainya. Maka Kaum Nahdliyyin tidak boleh pecah dan lengah soal dugaan nabi palsu dan penistaan agama, seperti akhir-akhir ini penistaan agama yang dilakukan oleh ahok[86] kaum Nahdliyyin lakukanlah apa yang harus dilakukan, tetapi tidak boleh melampaui batas, bekerjasama dengan pihak-pihak terkait, biarlah hukum yang menyelesaikan kasus akho. tapi Nahdliyyin tidak boleh lengah sedikitpun dengan susupan-susupan kaum radikal, titipan isu yang membahayakan NKRI, stabilitas Nasional dan toleransi antar umat beragama, tarjet utama mereka bukan ahok, terlalu kecil ahok hanya entry point, tarjet mereka hancurnya Islam moderat di Indonesia Islam yang ramah diganti dengan Islam yang penuh kebencian seperti yang meluluhlan-takkan Negara-negara timur tengah. Hawanya cukup terasa semua isu keagamaan dan politik akhir-akhir ini rawan sekali ditunggangi. Jangan muda termakan isu apalagi mudah marah sesame muslim. Mari saling mengingatkan untuk sesama meski resiko dibully. Jangan sedikitpun takut dibenci, takutlah melihat saudara-saudara kita yang awalnya ramah semakin mudah membenci.[87]
Ketua PCNU Jember menjelaskan terkait dengan pendapat Nusron Wahid ‘silahkan dikaji al-Qur’an secara baik, karena al-Qur’an benda mati yang bisa ditarik kemana-mana “ke kanan dan ke kiri”, tidak bisa berhenti disalah satu titik, semakin banyak kajian keislaman justru semakin Nampak terasa kelebihan, kemukjizatan al-qur’an. Terkait dengan kasus Nusron Wahid, ketua PCNU setuju untuk mengklarifikasi pendapat Nusron terkait pembelaan pada peryataan akhok “dibohongi al-Maidah 51” Ketua PCNU meperbo-lehkan untuk dikaji secara mendalam di LBMNU dengan catatan “mampu menempatkan pada tempatnya; porsi yang benar ditempatkan pada kebenaran, yang salah ditempatkan yang salah, juga harus mengetahui penempatan yang benar ditempatkan ditempat yang salah, yang salah ditempatkan yang benar; karena ada pemilukada DKI Jakarta, jangan dipengaruhi oleh kepentingan terhadap penyataan Nusron “yang paling benar adalah Allah dan Rasulnya” pernyataan ini benar tidak bertentangan” berbeda misalnya “yang tahu hanya Allah dan Rasulnya”. Mengetahui ilmu tafsir pada ayat-ayat yang bukan mutasyabihat, shabat dan para ulama’ pun mengetahuinya, tetapi karena bahasa yang dipakai oleh Nusron Wahid “yang paling” mengetahui hanyalah Allah dan Rasulnya, maka pernyataan itu benar, dan perlu ditempatkan pada tempat yang benar dan ulama tafsirpun membenarkan.[88]
LPAI, BM, pengajian Rutin masyarakat Kaun Nahdliyyin tidak diragukan lagi pengabdiannya pada bangsa dan Negara Indonesia, sejak peperangan melawan penjajah, merebutkan kemerdekaan, pasca kemerdekaan hingga pengembangan kemer-dekaan Indonesia sampai saat ini, kaum Nahdliyyin dan NU eksis mengembangkan sikap nasionalis budaya, nasionalis kenegaraan, nasionalis politik, nasionalis pendidikan, nasionalis social, nasionalis agama, nasionalis pemberantasan korupsi dan seterusnya. Bentuk nyata generasi muda Nahdliyyin Jember akhir-akgir ini mengadakan kemah santri sebagai renungan dan melanjutkan cita-cita ulama Nahdliyyin[89], upacara santri dalam rangka memperingati hari santri nasional dimeriahkan dengan banyak keterampilan, adalah membaca al-qur’an, baca kitab kuning, 1 miliar selawat Nariyah[90], jalan sehat santri, dan sebagainya.
Menurut Halim Iskandar[91] bahwa kegiatan kemah santri itu mengajak warga Nahdliyyin untuk meneladani para Ulama dan santri yang turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, sebab selama ini para ulama dan santri seolah sengaja ditenggelamkan dalam sejarah padahal tampa adanya peran serta para ulama dan santri belum tentu Indonesia memproglamasikan kemerdeka-annya. Dengan resolusi jihad ini umat Islam tampa kenal takut berjuang memerangi penjajah.[92] Disamping itu menurut Ayub Junaidi juga akan ada kirab Napak Tilas perjuangan al-Marhum KH As’ad Syamsul Arifin.[93] Sejalan dengan penjelasan Jokowi “dalam kesempatan tersebut, mengajak para santri diseluruh tanah air untuk kembali mengenang semangat jihad kemerde-kaan. 71 tahun yang lalu para ulama yang dipimpin oleh rais akbar NU mengeluarkan resolusi jihad untuk mengusir penjajah yang ingin merusak kemerdekaan Indonesia”.[94] Melalui hari santri (22 Oktober) menunjukkan bahwa Negara mengakui peran serta kaum Nahdliyyin terhadap keutuhan NKRI ini, nahdliyyin tidak bisa diremehkan apalagi dipandang marjinal di dalam mengisi kemerdekaan NKRI.
Pembentukan nasionalisme kaum Nahdliyyin tersebut hanya bagian kecil saja, tetapi di pesantrenlah tempat mengkader kaum Nahdliyyin (santri) secara utuh dan kokoh. Pesantren adalah warisan tradisi pendidikan Islam tradisional yang mempersiap-kan santri alim ilmu agama (tafaqquh fiddin).[95] Seiring dengan perkembangan pesantren, ia mempersiapkan santrinya (Nahdliy-yin) memiliki tafaqquh diberbagai kebutuhan kekinian, seperti ICT, Bahasa Asing, social, budaya, wawasan kebangsaan, organisasi dan seterusnya menjadikan kitab kuning sebagai kajian utama dalam tradisi pembelajarannya.[96] Bahkan sejak pesantren didirikan, pro aktif di dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, wawasan kebangsaan, perumusan pancasila, percaturan politik, Pembina-an social ekonomi, kebudayaan Indonesia dan seterusnya. Kitab Kuning (KK) sebagai bahan memrperkaya wawasan dan memperluas pemahaman kepada sumber otoritatif (al-qur’an dan al-hadits) yang berpijak pada pemikiran ulama pembangun madzhab atau ulama yang diakui otoritas-nya. Hampir tidak diragukan lagi KK mempunyai peran besar tidak hanya dalam transmisi ilmu pengetahuan Islam, bukan hanya dalam komonitas santri tetapi juga ditengah umat muslim di Indonesia secara keseluruhan. Lebih jauh lagi, KK khususnya yang ditulis oleh para ulama dan pemikir Islam di kawasan ini merupakan refleksi intelektualisme dan tradisi keilmuan Islam di Indonesia bahkan, dalam batas tertentu KK juga merefleksikan perkembangan sejarah sosial Islam di kawasan ini.[97] Oleh karena itu, nampak penting pendidikan pesantren sebagai ciri khas keilmuan berbasis tradisi dan Kitab Kuning. Tradisi intelektual KK tersebut mampu membentuk membentuk sikap nasionalisme santri. Apalagi akibat penjajahan Belanda, kelompok radikal sesat, semakin kuat nilai-nilai nasionalismenya.
Hubungan Kaum Nahdliyyin dengan kelompok Radikal Sesat dalam konteks bernegara
Ketua MUI Jember menjelaskan bahwa “Persoalan Radikalis-me, kelompok sesat, takfir, menajiskan dan seterusnya, belum ditangani secara serius oleh para ulama dan pemerintah, itu disebabkan karena keterbatasan data-data sebagai bukti bahwa kelompok tersebut sesat, takfir dan menagiskan kelompok lain (kamu Nahdliyyin), Prof. Dr. KH, Abdul Halim Soebahar, MA justru balik bertanya “apakah isu-isu radikalisme, takfir orang tuanya yang beda kelompok, dan menajiskan kelompok lain, ada bukti yang kuat? Ternyata beliau membenarkan bahwa isu-isu kesesatan tersebut “ada juga yang berasal dari anggapan-anggapan “katanya-katanya si fulan” sehingga sulit untuk melakukan tabayyun, karifikasi, identifikasi dan bahkan direhabilitasi kepribadian-nya. MUI pernah menerima pengaduan masyarakat dengan data yang kuat terkait kesesatan pesantren terbuka ‘Rabbany” Sumbersari, MUI berhasil menengahi konflik tersebut, MUI mendukung  “menghentikan (menutup) aktifitas pesantren itu sementara, sebelum pesatren tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana pesantren yang ada di Kabupaten Jember. Masyarakat menilai pesantren tersebut mengajarkan ajaran yang tidak tepat bahkan dianggap sesat- salafi-wahabi; takfir, membid’akan dan menganggap syirik masyarakat, sehingga masyarakat sekitarnya merasa resah dengan kehadiran pesantren tersebut. Sedangkan menurut versi pengelola pesantren itu sendiri pembelajaran di pesantren itu, tidak ada yang melanggar ajaran Islam justru sangat bagus belajar al-Qur’an.[98]
Banyak ormas Islam moderat di Jember ikut menyaksikan kesalahan yang dilakukan pesantren tersebut, termasuk Ketua PCNU Jember pernah mengundang pendirinya (ustadz Heri Yudi) untuk klarifikasi pesantren tersebut’ “sesat (salah) atau tidak”. Banyak pertanyaan yang diberikan Ketua PCNU Jember , salah satunya adalah menanyakan tentang tafsir dan nahwu yang terkandung dalam surat al-Fatihah ayat ke dua lafat al-hamdulillahi rabbil alamin” ternyata ustadz Heriyudi tidak ingat, tidak bisa menjawab.[99]      
Pesantren salaf, khalaf dan pesantren terbuka maupun permodelan harus memberikan sumbangsih pada penguatan aqidah Aswaja dan pengembangan ilmu pengetahuan serta bersenergi dengan tradisi masyarakat setempat tidak bisa kontradiktif dengan budaya yang diasumsikan sebagai kearifan lokal (love wisdom). Pesantren ini dianggap masyarakat penen-tang kearifan local dan menyebarkan aqidah yang kebetulan ada kemiripan dengan kelompok salafi wahabi; anti bid’ah, anti tahlil; tidak berhubungan baik dengan budaya lokal.               
Khittah Nahdliyyah menjelaskan dua kensep tentang hubungan hidup bermasyarakat dan bernegara yaitu konsep ukhuwah dan konsep sikap  kemasyarakat NU. Konsep ukhuwah yang harus diterapkan oleh Kaum Nahdliyyin adalah Ukhuwah Wathaniyah, Ukhuwah Basyariyah/ Insaniyah dan Ukhuwah Islamiyah.
Ukhuwah Wathaniyah adalah persaudaraan yang diikat dan diperkuat atas  dasar hubungan tanah air dan bangsa Indonesia. Ukhuwah Basyariyah/ Insaniyah adalah persaudaraan yang didasarkan pada hubungan sesama manusia yang menempati di jagad raya ini bahkan berhubungan baik dengan isi alam jagat raya. Ukhuwah Islamiyah adalah hubungan khusus kemanusiaan yang didasarkan pada seislam, seiman. Sedangkan sikap/ karakter kemasyarakatan Kaum Nahdliyyin adalah karakter Tawassuth, Tasamuh, I’tidal dan karakter amar ma’ruf nahi mungkar. Karakter Tawassuth adalah sikap moderat, pertengahan dan keseimbangan. Karakter Nahdliyyin adalah karakter keseim-bangan hidup kompleks manusia di dunia dan bahkan masalah akhirat. Seperti keseimbangan pemahaman di bidang:
a.    Aqidah yakni NU berkeseimbangan penggunaan dalil naqli dan aqli dan tidak mudah memvonis kafir pada orang yang masih menjalankan misi keIslaman. Berusaha dengan keras untuk memurnikan aqidah Islamiyah.
b.    Syari'ah yaitu NU berpegang teguh pada sumber ajaran Islam yakni al-qur'an dan as-sunnah serta dilanjutkan dengan Ijma' dan qiyas. Tidak berbeda pandangan mengenahi dalil naqli yang sudah bersifat qath'i akan tetapi memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengemba-ngkan ijtihadnya pada dalil-dali yang bersifat zhanni (dugaan/belum jelas)
c.    Tasawuf atau akhlaq yaitu NU mencegah sikap ekstrim, mencontoh akhlaq rasulullah dan para sahabatnya, berilmu dan beribadah, berakhlaq as-syaja'ah, tawadhu', al-jud dan al-karom dan sebagainya
d.   Pergaulan. NU Bergaul dengan siapa saja dan kompromistis dalam perlombaan kebaikan, akan tetapi NU tidak mencam-puradukan keimanan.
e.    Pemerintah. NU mentati pemerintah dan undang-undang yang berlaku dan ikut serta dalam mengembangkan bangsa dan Negara menjadi maju, berkembang adil, makmur dan sejehtera hidupnya secara bathin maupun lahir.
f.     Bidang seni dan kebudayaan, peradaban manusia. NU menjem-put dengan baik bahkan menjadi pelakunya karena NU memiliki pemahanam bahwa budaya yang lama bernilai baik, maka dipelihara, budaya baru tetapi kontribusinya jelek, maka NU mencampakkannya jauh-jauh begitu juga budaya yang datang dari luar Islam tetapi sejalan dengan visi misi Islam, maka NU menerimanya sesuai dengan ungkapan:
اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى اْلقَدِيْمِ الصَّالِحِ وَاْلَاخْذُ بِاْلجَدِيْدِ اْلَاصْلَاحِ
Peradaban yang lama yang baik dipelihara dan dikembang luaskan, sedangkan peradaban yang baru yang lebih baik dicari, diambil dan kembangbiakan serta dimanfaatkan sebaik-baiknya.[100]
Karakter Tasamuh adalah sikap toleran kaum nahdliyyin terhadap perbedaan agama (furu'iyah, khilafiyah bukan masalah pokok agama), pendapat, organisasi, social, budaya ras dan sebagainya. Tidak saling menggangu. Karakter tawazun adalah sikap keseimbangan hidup, tidak berat sebelah dan tidak berlebihan dalam beragama maupun hidup berbangsa bernegara. Karakter I’tidal adalah  adalah sikap tegak, sikap lurus, tidak condong atau berat kekiri atau kekanan. Nahdliyyin mengemban amat agar berbuat tegak, adil dan lurus dalam mengisi kehidupan dunia ini dan melarang berbuat curang (tidak adil) dalam keadaan apapun dan dimanapun berada. Karakter amar ma’ruf nahi mungkar, NU selalu memiliki sikap peka terhadap penegakan perbuatan baik, berguna, bermanfaat bagi kehidupan agama, bangsa dan negara dan memusnahkan segala bentuk kemaksiatan yang dapat merugikan dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Atas dasar ukhuwah dan sikap kemasyarakatan tersebut, kaum Nahdliyyin berhubungan dan berserikat baik dengan siapa saja demi tujuan hidup damai sebagai warga Negara dan menempati tanah air bangsa Indonesia. Karena itu, Kaum Nahdliyyin akan membela pada warga Negara yang berbuat baik apabila mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari kelompok-kelompok tertentu, walaupun mereka berbeda paham, kelompok, keyakinan, budaya dan sebagainya. Sebalik-nya Kaum Nahdliyyin tidak ada toleran apabila kelompok tertentu melakukan pelecehan agama, pelecehan manusia, dan melakukan tindakan mengan-cam keutuhan NKRI, maka Kaum Nahdliyyin berada pada barisan terdapan untuk memerangi mereka. Hal ini tergambar pada peran NU pasca peperangan melawan penjajah yang dipusatkan di pesantren-pesantren dimana pesantren itu sebagai markas pengkaderan masyarakat dan merekrut prajurit santri yang tangguh, sukarelawan yang memiliki keberanian yang tinggi, karena mereka telah didoktrin dengan jihad fi sabilillah (barisan Hizbullah dan Sabilillah, resolusi jihad NU) untuk membela agama, membela Negara dan bangsa Indonesia merdeka sehingga bangsa Indonesia berhasil mengusir penjajah dari tanah air ini.
Catatan Akhir
Banyak paham radikal-sesat bermunculan di Jember, dapat meresahkan masyarakat bahkan dapat mengancam keutuhan NKRI. Maraknya paham tersebut kaum Nahdliyyin Jember tidak diam, tetapi melakukan perlawanan terhadap mereka (yang beraqidah sesat) dilawan dengan aqidah aswaja, paham keras delawan dengan nasionalisme. Usaha Kaum Nahdliyyin Jember dalam menjaga aqidah aswaja dan keutuhan NKRI melalui penerimaan pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar Negara Indonesia. bagi kaum Nahdliyyin Jember, aqidah aswaja adalah aqidah Islam “standard” yang dilegitimasi oleh Rasulullah. Pancasila dan UUD 1945 adalah dasar Negara Indonesia yang resmi, karenanya setiap warga Negara khususnya kaum Nahdliyyin wajib menjunjung tinggi sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Khittah Nahdliyyah.

Daftar Rujukan

Abdul Muchith Muzadi, 2003, Apa dan Bagaimana Nahdlatul Ulama, Jember, PCNU Jember
Abdurrahman Wahid, 2009. Ilusi Negara Islam Ekspansi Gerakan Islam Transnasional Di Indonesia. Jakarta, The Wahid Institute
Ahmad Khalid, 2014. Kuliah Aswaja I Kaidah Ahlussunnah Wal Jama’ah (dinamika pemikiran dan doktrin} Jember, UIJ Kyai Mojo,
Ahmad Khalid, 2015, Khittoh Nahdiyah sebagai upaya pengembangan kehidupan keberagaman dan keagamaan di Indonesia, Jembert. UIJ Kyai Mojo
Ahmad Syafi’I Maarif, 2009, Prolog; Masadepan Islam Di Indonesia; Ilusi Negara Islam Ekspansi Gerakan Islam Transnasional Di Indonesia. Jakarta, The Wahid Institute
Al-Hafizh Ibn Asakir, Tabyin Kidzb al-Muftari, (Damaskus: Percetakan al-Taufiq, 1347 H)
Ali Masykur Musa, 2011, Nasionalisme Dipersimpangan Pergumulan NU Dan Paham Kebangsaan Indonesia, Jakarta, Erlangga
Asrudin Azwar. 2015, Pengamat Hubungan Internasional Dalam Sebuah Diskusi Di Gedung Joeang, Jakarta Pusat, Selasa (31/3/2015)
Azyumardi Azra, 1999,  Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi; Kelompok  Sempalan di Kalangan Mahasiswa PTU Anatomi sosio historis. Jakarta, Logor Wacana Ilmu
Azyumardi Azra, 1999, Konteks Berteologi Di Indonesia Pengalaman Islam. Jakarta, Paramadina
Azyumardi Azra, 2012, Ekstremisme Wahabi dan Islam Washatiyah,  Yogyakarta, Pustaka Pesantren
Badri Yatim, 2001, Soekarno, Islam dan Nasionalisme, Bandung, Nuansa
Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif:  Komunikasi,   E konomi,  K ebijakan Publik,dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana.
Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah.
http://id.wikipedia.or/wiki/ Mantan LDII blak-Blakan berbicara kesesatan LDII atau bisa dicek pada Lembaga_Dakwah_Islam_Indonesia  
Jember (beritajatim.com) - Anggota DPR RI dari Fraksi PKB Dapil Jawa Timur IV (Jember-Lumajang) H.M. Syaiful Bahri Anshori, MP  menggelar sosialisasi 4 pilar (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika) di Jember, Kamis (21/4/2016) di Gedung Aula PCNU Kabupaten Jember.
Abdul Muchith Muzadi, 2006. Mengenal Nahdlatul Ulama. Masjid Sunan KaliJaga. Jember. Hlm. 11
Achmad Shiddiq, 2006, Khittoh Nahdiyah, Surabya, Khalista
M. Hasyim Asy’ari, 1971. Qanun Asasi Nahdlatul Ulama, Menara Kudus, hlm. 37 dalam
Zamakhsyari Dhafier, 2011, Tradisi Pesantren; Studi pandangan hidup kyai dan visinya mengenahi masa depan Indonesia. Jakarta. LP3ES,
M. Hasyim Asy’ari, Pendiri NU, dalam Zudi Setiawan, 2007, Nasionalisme NU, Semarang, CV. Aneka Ilmu
Moh. Dawam Anwar, 1997. Mengapa Kita Menolak Syi’ah, Masjid Istiqlal Jakarta, LPPI
Abdul Muchith Muzadi. 2003. Apa Dan bagaimana Nahdlatul Ulama. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Jember.
M. Amin Abdullah al-Banteni, 1984, Pedoman Pokok Dalam Kehidpan Keagamaan Berdasarkan Ahlussunnah Wal Jama’ah,  Banten
KOMPAS.com/Abba Gabrillin Pengamat hubungan internasional Asrudin Azwar seusai menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di Gedung Joeang, Jakarta Pusat, Selasa (31/3/2015).
Makalah LDII berjudul Pentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama’ah dengan kode H/ 97, halaman 8.
Maskoer Jasin, 2008, Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta, Raja Wali Press
Mastuki HS, 2010. Kebangkitan Kelas Menengah Santri Dari Tradisionalisme, Liberalisme, Postradisionalisme Hingga Fundamentalisme. Banten, Pustaka Dunia
Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar isi dari pancasila.
Suharsimi Arikunto, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yoyakarta,
Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Rineka Cipta, Jakarta
Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004.
Susanti. 2012. Kendala Radikalisme Dalam Membangun Civil Society di Indonesia,
Sustrisno Hadi, 1993 Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta,
Syaikh  Idahram, 2012, Mereka Memalsukan Kitab-Kitab Karya Ulama Klasik; Episode Kebohongan Publik Sakte Salafi Wahabi, Yogyakarta, Pustaka Pesantren.
Tanwir Y. Muskawi, 1999, Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi; Fenomina Sempalan di PTU Sebuah Tantangan Bagi Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Logor Wacana Ilmu
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2012, Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah; dari pembiasaan menuju pemahaman dan pembelaan aqidah–amaliah NU, Surabaya, Khalista,
Tim Penyusun Puslitbang Kehidupan keagamaan, 2013, Pedoman Penanganan Aliran Dan gerakan Keagamaan Bermaslah di Indonesia, Jakarta, Kemenag RI
Tim Penyusun Puslitbang, 2013. Pedoman tentang Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah Di Indonesia,  Jakarta, Kemenag-Puslitbang Kehidupan Beragama
Winarno Surakhmad, 1998, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik, Tarsito, Bandung,   

















[1] Umar, peserta pengajian LPAI di PP al-Azhar Jumat Legi Januari 2016 jam 15.00
[2] Penjelasan KH Abdul Hamid Hasbullah saat pengajian rutin LPAI hari Jumat Legi di Rumah Susun Warga (Rusunawa) Besuk Wirowongso Jember Jalan Cuarah Udang No V Ajung Jember Jam 14:00 Tanggal 26 Februari 2016
[3] Penjelasan KH Ahmad Sadid Jauhari saat membaca kitab Riyadus Sholihin pengajian rutin LPAI Hari Jumat Tanggal 22 Januari 2016, Jam 14:00 tempat Rumah Dinas Kapolres Jember (AKBP M. Sabilul Alif)
[4] Tim Penyusun Puslitbang Kehidupan keagamaan, 2013, Pedoman Penanganan Aliran Dan gerakan Keagamaan Bermaslah di Indonesia, Jakarta, Kemenag RI, hlm.69
[5] Miles dan AM. Huberman, Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods. (California: Sage Publications, 94)
[6] Profil LPAI dan Isi Undangan setiap jumat legi/manis, tempatnya berpindah sesuai dengan permintaan jama’ah yang bersedia ditempati pengajian LPAI Jember. Tahun 2016.  
[7] Sebutan lain dari pada Langgar adalah Mushalla, surau. Kyai Langgar adalah kyai atau ustadz yang mengajarkan ilmu agama yang dasar kepada santi-santri mudah, (tingkatan awal belajar agama), seperti mengajarkan tatacara membaca al-qur’an tingkat jilid (jilid 1-6), tamat jilid 6 melanjutkan ke al-Qur’an mengajarkan tajwid, mengajarkan ilmu akhlaq, ilmu aqidah dan ilmu fiqih secara menghafal. Kitab rujukan ilmu akhlaq biasanya kitab akhlaqul lil banin dan taklimul muta’allim. Ilmu aqidah menggunakan kitab “aqidatul awam” Kifayatul Awam” dan kitab fiqhnya menggunakan Kitab “safinatunnaja, “sullamuttaufiq”. Kealiman kyai langgar tentu berada dibawah kemampuan Kyai pengasuh pesantren. Sedangkan ilmu alat (nahwu&sharfu) diajarkan kepada santri mushalla yang senior, sistem pendidikannya di sore hari sampai malam hari, sedangkan santrinya tidak menetap, berangkat dari rumah masing-masing.      
[8] Sumber data, Dokumentasi, IMM.
[9] Ceramah agama dimaksudkan peserta pengajian ingin belajar Islam, topiknya disesuai dengan momentum atau PHBI, penceramah biasanya mendatangkan kyai yang ternama di jember maupun luar jember.  
[10] Dokumentasi Pengajian al-Ikhlas, patrang Jember, 2/11/2016; 18;40
[11] Penjelasan Kyai Hamid saat pengajian LPAI di Wirolegi Sumbersari Jember tanggal 22 September 2016
[12] Pius A Partanto & M. Dahlan  Al Barry. 1994. Kamus Bahasa Indonesia. Surabaya, Arkola, hlm. 648
[13] Al-Ghazali, Mi’yarul Ilm, hln.187
[14] Al-Ghazali, Qanun al-Ta’wil, hln, 126
[15] Al-Ghazali, Qanun al-Ta’wil, hln, 127
[16] Al-Ghazali, Misykat Anwar, hlm, 109
[17] Diambil dalam Jember, NU Online
[18] Wawancara dengan peserta pengajian LPAI Jember 28 Oktober 2016.
[19] Lihat kurikulum pendidikan aswaja dan satuan acara pembelajaran (Silabus, Taksonomi, RPP, Kontrak Pembelajaran) YPNU Jember; UIJ; MKU
[20] Akhir-akhir ini, kajian IPNU, PMII mengkaji pada isu-isu global; wawasan intektual, politik dan kebangsaan dan pertambangan yang ada di Jember.
[21] Lihat brosur Universitas Islam Jember tahun akademik 2016/2017
[22] Dokumentasi, 2013, Buku Pedoman Praktik Aswaja Di Pesantren, Universitas Islam Jember. Secara mendetel kajian khittah Nahdliyyah dapat dilihat pada SAP dan silabus, RPP dosen setiap tatap muka.  
[23] Interview dengan kepala LP2ANU (Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Aswaja An-Nahdliyyah), tanggal 22 Oktober 2016 di Ruangan LP2ANU (diskusi tentang peringatan hari santri nasional)
[24]Muhammad Thamrin AY, 2016 hari Jumat manis. saat memimpin sebagai moderator pengajian LPAI di Kantor Puslit Kopi dan Kakao Jember, Jam 15.00 
[25]Observasi partisipan, peneliti mengikuti acara pengajian sampai selesai, materi ceramah pengajian Nurul Hidayah, 02 Nopember 2016 jam 18.30. masyarakat Nahdliyyin dari tahun ketahun membiasakan tradisi dzikiran sebelum berjama’ah shalat fardlu, sambil menunggu jama’ah, muaddzin membacakan dzikir 20 sifat wajib bagi Allah, bagi kaum nadliyyin mengetahui aqaid yang 50 merupakan kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam bagi yang baligh dan berakal sehat.  
[26] Pidato Kapolres (Sabilul Alief) pada Pengajian Rutin Lajnah Pembinaanaan Akhlaq Islamiyah (LPAI) Jember yang insya Allah diadakan pada: Hari/Tanggal: Jum’at Manis / 22 Januari 2016 Jam: 13.30 WIB Tempat: Rumah Dinas Kapolres Jember;  Jl. Panjaitan / Depan RRI Jember. Sumber data diambil dari Video Rekaman Peneliti. 
[27] Kapolres Jember (sabilul Alif) saat mengisi acara LPAI yang dilaksanakan di perumahan kapolres jember jalan Panjaitan atau depan RRI Jember hari Jum’at Legi tanggal 22 Januari 2016 jama 14.30 WIB.
[28] Ustadz Umar, Peserta rutin pengajian LPAI Jember, memberikan penjelasan kepada peneliti saat interview di Baiturrohmah Kedungpiring Tegalbesar (Pinggir Jalan Besar) sebelah Barat Kantor JTV (Jawa Post), Jum’at Manis / 19 Agustus 2016
[29]Azyumardi Azra sebagai tokoh intelektual UIN Jakarta ‘memperkuat Islam Aswaja mengapa peneliti mengutip Azyumardi karena secara kebetulan peneliti ditengah-tengah melakukan penelitian ini mengikuti seminar yang dilaksanakan IAIN Jember dengan pembicara Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, wawasan beliau memberikan sumbangsih kuat bahwa salafisme-wahabisme-HTIsme dan liberalisme dapat meruntuhkan persatuan umat Islam dan NKRI. 16 September 2016   
[30] Penjelasan Azyumardi Azra, saat kuliah umum PascaSarjana IAIN Jember, di Aula IAIN Jember, Hari Senin Tanggal 16 September 2016 Jam 14.30
[31] Pak Edy, Pengurus Ikatan Masjid dan Mushalla, memberikan penjelasan kepada peneliti saat interview di Masjid Raudlatul Muttaqin, Mumbulsari Jember. 
[32] Ketua pengajian al-Ikhlas, setiap Malam Kamis, jam 18.30-20.00. 
[33] KH. Moh.Faisol, Pembina pengajian al-Ikhlas lingkungan cangkreng, patrang jember
[34] Pengajian LPAI Jumat Manis tanggal 06 Mei 2016 jam 13.30 di Pondok Pesantren al-Azhar (Rumah KH. Abdul Hamid Hasbullah)  Jl.W.Monginsidi N0. 49 Tegal Besar Jember
[35] Wawancara bersama Rudi Kaswara ketua RW 04 Lingkungan Cangkring Patrang pada hari sabu sabtu tanggal 9 September 2016 tempat depan masjid Nurul Hidayah Patrang Jam 15.00
[36] Wawancara bersama Hj. Kasirun Ketua Koordinator Pengajian RW Ling. Cangkring Patrang. jam 07.00 hari Rabu 21 September 2016, di rumahnya jalan Jambu RW 004 RT 01 
[37] Ediy salah satu Koordinator pengurus Takmir Masjid dan Mushallah Jember tanggal 23 September di desa Wirolegi Masjid Raudlatussalam Sumberjo’ peneliti berdiskusi sesuai selesai mengikuti pengajian LPAI di tempat tersebut.
[38] Wawancara dengan ketua coordinator pengajian RW kelurahan patrang tanggal 23 September 2016 seusai mengadakan pengajian di halaman kantor kelurahan patrang.
[39] KH. Achmad Siddiq, 2006. Khittah Nahdliyyah. Surabaya, Khalista, hlm.36-37
[40] Tafsir al-Kabir Mafatih al-Ghaib, 5/248-251
[41] Mukhtashar Ushul al-Fiqh ala Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal, 1/151
[42] Fatawa al-Azhar 10/336. Dikutip dari media social LPAI dan panitia undangan pengajian LPAI sebagai bahan / materi pembahasan di LPAI tanggal 28 September 2016
[43] Aswaja NU Center Jatim dan LBM PWNU Jatim
[44] Interview dengan jama’ah ikatan takmir masjid dan mushalla Jember (Abdul Wahid-pakem), tanggal 17 Oktober 2016 jam 10:15
[45] Interview dengan ketua Takmir Masjid “Nurul Hidayah” Patrang Jember tanggal 20 September 2016 di Rumahnya (Jalan Mangga) hari Selasa jam 20:12
[46] Rukun Iman ada enam (iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab Allah, Rasul Allah, hari akhir, dan qadla –qadar Allah yang baik dan yang jelek. Sedangkan rukus Islam yang diyakini kaum sunni (Nahdliyyin) adalah membaca dua kalimat syahadat, mengerjakan shalat wajib 5 waktu, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan dan mengerjakan ibadah haji bagi yang memiliki kemampuan (sehat dan bekal materi).
[47]Dokumentasi “Keterangan dari KH. Muhyiddin Abdusshomad, saat mengisi pelatihan dan praktik aswaja di PP al-Azhar
[48] Salah satu isi pengajian LPAI yang disampaikan oleh KH Ahmad Sadid Jauhari, taggal 23 September 2016  beliau membacakan Kitab Hadis ‘Riyadusshalihin” pada subbab “sikap kesederhanaan
[49] KH Abdul Hamid Hasbullah, menambah penjelasan dari keterangan kyai Sadid, peneliti merekam saat melakukan penelitian.
[50] Yayasan Amalillah mendoktrin pesertanya bahwa menabung uang dan uang tersebut akan kembali lagi dengan jumlah yang besar, padahal amalilah ini adalah penipuan yang dilakukan oleh kelompok tertentu. 
[51] Muhammad Thamrin, mebjelaskan masalah yang sedang dihadapi oleh kaum Nahdliyyin dan umat Islam keseluruhan. Tanggal 23 September 2016
[52] Kaposek Kaliwates, merespon persoalan anak muda yang terjerumus miras dan narkoba, tanggal 23 September 2016
[53] Dirujuk dari buku “Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional Di Indonesia, Editor: Abdurrahman Wahid, buku ini dirujuk berkat anjuran informan ketika Tanya jawab pengajian LPAI tanggal 23 September 2016 Sumbersari, hari jumat jam 15:30. Peserta pengajian LPAI telah mengetahui bahwa kaum Nahdliyyin kalangan politikus atau orang yang memiliki kepentingan, maka Khittah NU terkadang dijadikan alat untuk mencapai tujuannya. Tetapi untuk kajian kekeagamaan kaum nahdiyyin Khittah ini benar-benar di telaah dengan baik sisi aqidahnya, syariahnya dan akhlaqnya serat hal-hal yang berkaitan dengan konsek kemasyarakatan dan bernegara. 
[54]Jengge (patung) adalah tradisi peninggalan nenek muyang dianggap tradisi ritual (menyembah patung) ala Hindu, budha. Tradisi Jengge ini dijember dipopulerkan oleh kepala Desa Suco Sumbersari bermaksud dijadikan ritual selamatan Desa Suco setiap tahun, namun mendapat kritikan dan bantahan yang keras dari tokoh agama Islam bahkan ulama kabupaten Jember ikut menyelesaikannya, persoalan ini diperkarakan oleh masyarakat yang kontra sampai pada kepolisian ikut menanganinya. Tetapi kepala Desa Suco dengan bersikukuh tetap mempertahankannya karena dia ingin tradisi Jengge ini dijadikan ikon wisata.  
[55]KH Muhammad Firjoun Barlaman bin KH. Achmad Shiddiq Talangsari Jember,  catatan /notulen dokumentasi LPAI,  sesi Tanya jawab problematika ummat kekinian.
[56] Dikutip dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama; Bab IV, Pasal 8
[57] Mari arahkan fikiran pada proses perjuangan kemerdekaan RI, bangsa Indonesia terjadi perselisihan yang dahsyat dikalangan rakyat Indonesia, ada yang mengusulkan Indonesia menggunakan Hukum Islam (Negara Islam) ada yang tidak setuju dengan penggunaan Hukum Islam, tetapi menggunakan Institusi yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945. Dengan kecerdasan para ulama dan prestasi ulama Nahdliyyin akhirnya Indonesia bukan negara Islam tetapi negara Darus Salam, menjadikan pancasila sebagai dasar negara Indonesia’ para ulama mendelegasikan KH Wahid Hasyim (wakil kaum Nahdliyyin) mengikuti merumuskan pancasila, akhirnya pancasila menghasilkan rumusan berdasar dengan nilai-nilai ajaran Islam, tidak ada yang bertentangan dengan sumber hukum Islam dan tradisi ke Indonesiaan.   
[58] Anshor Jember, Radar Jember, Sabtu 14/5/2016
[59]Penjelasan Abdullah Syamsul Arifin, Saat Diskusi pada Seminar Nasional di Auditorium Universitas Islam Jember (UIJ), Jawa Timur,  Sabtu 14/5/2016. Dihadiri oleh menteri pemuda dan olahraga (Nahrawi, S.Ag) dan Miftahul Ulum, S.Ag Fraksi PKB DPRD Kabupaten Jember.
[60]Dokumentasi “pengkaderan aswaja “KH. Muhyiddin Abdusshomad, (pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam (NURIS) Antirogo Jember, dokumentasi berupa rekaman video, di Pondok Pesantren al-Azhar (KH Abdul Hamid Hasbullah), saat mengisi pelatihan dan Praktik Aswaja.     
[61]Dokumentasi “pengkaderan aswaja “KH. Muhyiddin Abdusshomad”,, di Pondok Pesantren al-Azhar (KH Abdul Hamid Hasbullah), saat mengisi pelatihan dan Praktik Aswaja,    
[62]Dokumentasi “pengkaderan aswaja “KH. Muhyiddin Abdusshomad
[63]Dokumentasi “pengkaderan aswaja “KH. Muhyiddin Abdusshomad,, al-diin al-kholish, juz. 1, hal 140
[64] Penjelasan dari KH. Muhyiddin Abdusshomad, 2013
[65] Dokumentasi “pengkaderan aswaja “KH. Muhyiddin Abdusshomad  
[66] Dokumentasi “pengkaderan aswaja “KH. Muhyiddin Abdusshomad
[67] Dokumentasi “Keterangan dari KH. Muhyiddin Abdusshomad, saat mengisi pelatihan dan praktik aswaja di PP al-Azhar.
[68] Miftahul Ulum (Ketua DPC PKB Jember) menjelaskan dalam acara diskusi mengenai HTI di aula Universitas Islam Jember, Rabu (4/5/2016)
[69] Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013. pasal 1 a. bahwa kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;  b.bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, setiap orang wajib menghormati hak asasi dan kebebasan orang lain dalam rangka tertib hukum serta menciptakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; Pasal 2; Asas Ormas tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Pasa  3. Ormas dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
[70]Penjelasan Sabilul Alief (Kapolres Jember) pada pertemuan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, di DPRD setempat, Selasa 10/5/2016. pertemuan Forkopimda digelar untuk membahas eksistensi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Kabupaten Jember. Beberapa waktu lalu, Gerakan Pemuda Ansor berunjuk rasa menuntut penghentian segala aktivitas HTI (penghentian kegiatan HTI di restoran New Sari Utama, pada Senin (2/5/2016 di Jember), karena organisasi tersebut menentang Pancasila dan NKRI.
[71] Penjelasan DANDIM saat pengajian rutin LPAI tanggal 23 September 2016
[72] Khuluq, Lathiful, 2000, Fajar kebangunan Ulama, LKIS:Yogyakarta, hlm 27
[73] Al-Mawardi 1983.Al-Ahkam as-Sulthoniyah,  Bairut:Darul Fikr
[74] Penjelasan Muhammad Thamrin saat Tanya jawab persoalan umat pengajian LPAI tanggal 23 September 2016. Data ini berada pada rekaman peneliti
[75] Penjelasan KH Abdul Hamid Hasbullah, tanggal 28 Oktober 2016
[76] Wawancara dengan Muhammad Ghufron, Kepala MTs al-Azhar Hari senin tanggal 17 Oktober 2016, bahwa KH. Abdul Hamid Hasbullah memberikan materi wawasan keaswajaan dilaksanakan dua minggu sekali dalam rangka pemantapan aqidah aswaja dan membentuk karakter santri, siswa, guru dan masyarakat yang aswajais, NU tulen. 
[77] Observasi pada masyarakat patrang tanggal 23 September 2016, jam 15:00 tempat kantor kelurahan patrang. Acara pengajian rutin semua RW Kacamatan Patrang. Materinya tentang membaca al-Qur’an, keimanan (aqidah) yang benar yang berdasar pada aqidah Islam sesuai dengan tuntunan rasulullah dan dicontohkan sahabat-sahabatnya serta ulama mu’tabarah. Ini secara tidak langsung berhubungan dengan aqidah yang dirumuskan oleh NU yang tertulis dalam Khittah Nahdliyyah. 
[78] Pusat pengajian rutin Ikatan Masjid dan Mushalla Jember dipusatkan di Masjid “al-Istiqomah’ perumahan tegal besar berdekatan dengan pesantren al-Azhar, Masjid ini menjadi perhatian ulama dan dai setempat karena pernah kelompok Salafi Wahabi ingin menguasainya secara struktur kepengurusan dan mereka berkehendak untuk merubah tata cara ibadah sesuai dengan tata cara ibadah salafi wahabi, seperti setelah adzan tidak boleh berdzikir, setelah shalat berjama’ah dzikirnya diam dan sendiri-sendiri, shalatnya tampa basmalah, selesai shalat tidak ada berjabat tangan, karena itu, dianggap bid’ah. Keterangan ini didapat dari Ustadz Mulyadi, salah satu imam shalat masjid ‘istiqomah’ tanggal 23 Oktober 2016, Jjam 19:05, kebetulan bersamaan dengan bahasan panitia bagian undangan pengajian LPAI. Narasember pengajian Ikatan Takmir Masjid dan Mushalla antara lain KH. Abdul Hamid Hasbullah, Dr. KH. Abdul Haris, M.Ag, dan Kyai NU yang lain.  
[79] Karakter kemasyarakatan yang dimaksud adalah santri (Nahdiyyin) melaksanakan  nilai-nilai Tawazun, Tasamuh, I’tidal; Tawassuth dan amar ma’ruf nahi mungkar.
[80] Syaikh Dr. Samir Khauli al-husaini; Dosen Global Uiversitas al-Bairut,; Daurah Aswaja Internasional; penurus cabang Nahdlatul Ulama Jember di Universitas Islam Jember, selasa Tanggal 01 Nopember 2016. 
[81] Asep Muhidin. 2002. Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia, hlm.165-166
[82] Manna Khalil al-Qattan, 2001, Mabahits Fi Ulumil qur’an, terj. Mudzkir. Jakarta, Litera AntarNusa, hlm.420-421
[83] Manna Khalil al-Qattan, 2001.hlm. 421
[84] Manna Khalil al-Qattan, 2001.hlm. 422
[85]Al-Zarkasyi, al-Burhan Fi 'ulum al-Quran (Kairo: Mawqi' Maktabah al-Madinah al-Raqamiyyah, tth), jilid 2.
[86]Akhok beragama nasrani keturunan teongkhoa menjadi Gubernur Jakarta Non aktif, calon gubernur Jakarta periode 2017-2021, diduga melakukan penistaan agama, juga memiliki sikap kurang baik, tidak menunjukkan karakter orang Indonesia
[87] Pernyataan ketua PBNU, menjadi perbincangan di pengajian LPAI 28 Oktober 2016 di masjid Raudlatul Muttaqiin, Sumbersari Jember.
[88] Ketua PCNU, Abdullah Syamsul Arifin, 28 Oktober 2016, jam 18.00, diinterview oleh peneliti saat beliau memberikan kuliah pada Mahasiswa Pasca IAIN Jember, menurut beliau pengurus NU Jember memperkarakan saudara Nusron Wahid terhadap pernyataan-pernyataannya terkait peryataan ahok (calon Gubernur DKI Jakarta), supaya diberhentikan sebagai pengurus NU, sebelum ide itu sampai pada pusat, Nusron Wahid mundur sendiri dari pengurus NU karena beliau juga tidak diperbolehkan oleh aturan NU, dia rangkap jabatan Partai Politik.
[89] Kemah santri ditempatkan di Lapangan Bangsalsari Jember, diikuti kurang lebih 5.000 santri perwakilan sebagian pesantren yang ada di kabupaten jember
[90] Dilaksanakan tanggal 25 oktober 2016 di Alun-Alun Jember mulai jam 18.30. shalawat nariyah ini oleh kaum Nahdliyyin diyakini bahwa bagi yang membacanya, Allah akan memberikan dan mengabulkan apa yang menjadi hajat atau keinginan baginya. Karena itu, shalawat ini tidak asing bagi kaum nahdliyyin, sudah menjadi amalan rutin setiap hari bahkan setiap setelah shalat 5 waktu bahkan bilangannya ditamhah sebayak-banyaknya setelah shalat malam (tahajjud) tidak sedikit jumlah kaum nahdliyyin yang mempercayainya sebagai solusi yang tepat untuk membereskan persoalan dirinya, keluarga, masyarakat bahkan negara.  
[91] Abdul Halim Iskandar saudara Muhaimin Iskandar (Ketua DPRD Jawa Timur, Legislator dari PKB) sebagai pembuka acara perkemahan di Lapangan Bangsalsari 21 Oktober 2016
[92] Jawa pos. Radar Jember, tanggal 21 Oktober 2016, hlm.11
[93] Jawa pos. Radar Jember, tanggal 21 Oktober 2016, hlm.11
[94] Jawa pos. serang, tanggal 22 Oktober 2016
[95] Mastuhu, 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta, INIS, hlm. 6
[96] Azyumardi Azra, 2000. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta, Logos Wacana Ilmu. Hlm. 111
[97] Azyumardi Azra., 116
[98] Keterangan ketua MUI Jember Prof. Dr, H. Abdul Halim Soebahar, MA. Menjelaskan saat menaggapi seputar paham radikal, kelompok membid’akan kelompok lain,  Hari/Tanggal: Jum’at Manis / 22 Januari 2016 Jam: 13.30 WIB Tempat: Rumah Dinas Kapolres Jember;  Jl. Panjaitan / Depan RRI Jember.
[99] Keterangan dari Ustadz Marwi, Kawan dari pada Ustadz Heri tanggal 3 Oktober 2016 jam 16:00. Ustadz Heriyudi ditanyai oleh Abdullah Syamsul Arifin tentan lafat “al” pada lafat al-Hamdulillah’ dengan pertanyaan al nya al apa? Ternyata dia tidak bisa menjawab, padahal al itu seharusnya sebagai kyai pendiri pesantren wajib bisa dan memahaminya.
[100]Salah satu prinsip Nahdliyyin dalam Khittah Nahdliyyah yang dikutip Ahmad Khalid, 2015, Kuliah Aswaja, Kaidah Alussunnah Wal Jama’ah: dinamika pemikiran dan doktrin, Jember, UIJ Kyai Mojo, hlm.107
Download

1 komentar

elamigarashi 3 Maret 2022 pukul 21.01

The Best 888 Casino Hotels in Waco, TX
Best 888 Casino 익산 출장마사지 Hotels in Waco, TX. 경산 출장샵 Looking for 888 Casino Hotels in Waco? 문경 출장안마 Choose from 구미 출장마사지 the 1,500 hottest 888 Casino 거제 출장마사지 Hotels. Get great rates with

Posting Komentar

Gaji Guru Dan Pemikiran al-Ghazali

Vol. 2 No.3 ( September 201 6)                        Ahmad Halid, Pemikiran  al-Ghazali   Tentang Gaji Guru Dalam  ISSN: 2460-3325      ...